Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP menyampaikan adanya empat perubahan arah kebijakan pengadaan barang/jasa oleh pemerintah. Salah satu ketentuan utama adalah kewajiban alokasi 40 persen belanja APBN atau APBD untuk produk atau jasa dari UMKM dan koperasi.
Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan terkait pemanfaatan produk dalam negeri dan belanja produk usaha mikro, kecil, dan koperasi (UMK-Koperasi). Berdasarkan arahan itu, terdapat empat perubahan arah kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP).
Dia menjabarkan bahwa perubahannya meliputi kebijakan yang pro UMK-Koperasi, pro pemerataan ekonomi, sistem yang terintegrasi dan terdigitalisasi, serta kemudahan akses dunia usaha. Perubahan kebijakan itu penting karena total belanja negara mencapai lebih dari Rp1.100 triliun, sehingga perlu diutamakan untuk produk UMK-koperasi.
Anas menjelaskan bahwa arah kebijakan pertama, pro UMK-Koperasi adalah dengan mendorong alokasi minimal 40 persen dari APBN/APBD untuk belanja ke UMK-Koperasi. Menurutnya, pemerintah terus mematangkan skema pembayaran melalui kartu kredit pemerintah dan pemerintah daerah agar semakin memudahkan UMK-Koperasi.
“Sehingga UMK nanti tidak perlu diutang karena sudah ada KKP. Ini sangat membantu menjaga cashflow UMK karena tidak perlu menunggu pembayaran pemerintah dalam waktu lama,” ujar Anas dalam Pembukaan Kegiatan Business Matching Tahap Kedua di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Arah kebijkaan kedua adalah dengan memberikan kemudahan para pelaku usaha lokal untuk menjadi mitra pemerintah sebagai penyedia Katalog Elektronik Lokal. Semua pemerintah daerah secara otomatis sudah menjadi pengelola Katalog Elektronik Lokal, sejalan dengan langkah LKPP yang memangkas birokrasi penayangan produk di Katalog Lokal.
Ketiga, mewujudkan sistem yang terdigitalisasi dan terintegrasi sejak perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Selain itu, menurut Anas, terdapat integrasi sistem informasi antar-kementerian, mulai dari OSS, sistem informasi TKDN, sistem aplikasi keuangan SAKTI milik Kementerian Keuangan, dan sebagainya.
”Dengan sistem informasi yang terintegrasi, kita bisa mewujudkan ekosistem pengadaan yang tangguh dan efisien. Dampaknya lebih ringkas bagi dunia usaha, dan sekaligus lebih simpel bagi pemerintah sebagai buyer,” ujar Anas.
Keempat, seluruh proses harus mudah diakses dunia usaha melalui pemangkasan birokrasi dan kemudahan penayangan produk dalam Katalog Elektronik. Anas menyebut bahwa telah terjadi lonjakan penayangan produk, yakni per 25 April 2022 terdapat 304.775 produk yang tayang di sistem Katalog Elektronik, terdiri dari 208.733 produk Katalog Nasional, 72.584 produk Katalog Sektoral, dan 23.458 produk Katalog Lokal.
“Hanya saja Katalog Sektoral dan Lokal harus kita dorong dan tingkatkan sehingga target 1 juta produk dari Bapak Presiden dapat terwujud lebih cepat,” katanya.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp561,6 triliun untuk belanja melalui penyedia barang/jasa. Namun, Anas mengingatkan bahwa pemerintah daerah harus segera merealisasikan komitmen rencana belanja tersebut agar berdampak langsung kepada masyarakat
Sumber Bisnis, edit koranbumn