Perlambatan perekonomian global sudah terlihat di depan mata. Sejumlah negara telah mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dari perkiraan, termasuk Indonesia. Bahana TCW Investment Management menilai perlunya pemerintah bersama otoritas moneter mengambil langkah segera untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.
Badan Pusat Statitik (BPS) mencatat produk domestik bruto (PDB) selama Juli-September 2023, tercatat tumbuh 4,94% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini lebih rendah bila dibandingkan kuartal dua yang tumbuh sebesar 5,17%. Sehingga secara akumulasi selama sembilan bulan pertama tahun ini, ekonomi Indonesia telah tumbuh sebesar 5,05%.
‘’Ke depan kami melihat perlunya menambah amunisi stimulus fiskal dan moneter,’’ ungkap Ekonom Bahana TCW, Emil Muhamad. Respon kebijakan BLT El-nino serta pembebasan PPN bagi rumah di bawah Rp 2 miliar, kami lihat akan mampu mendorong aktivitas perekonomian selama dua bulan terakhir tahun ini, tambahnya. Langkah pemerintah yang sigap dalam merespon tanda-tanda perlambatan ekonomi yang mulai muncul kami nilai sangat tepat.
Sementara itu dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) perlu melonggarkan likuiditas melalui diskon giro wajib minimum (GWM) serta menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial yang dapat mempermudah perbankan dalam menyalurkan kredit. Pelonggaran ini diharapkan mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi hingga tahun depan.
Tantangan perekonomian dunia termasuk Indonesia tidaklah semakin mudah ke depan. Era suku bunga tinggi secara global telah menurunkan daya beli masyarakat dan juga berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Tak heran bila pertumbuhan ekspor terhadap PDB domestik mulai memperlihatkan penurunan atau minus 4,26% secara tahunan. Bahkan rasio kontribusi ekspor terhadap PDB turun ke 21,3%, dari periode yang sama tahun sebelumnya masih tercatat sebesar 25,5%.
Konsumsi rumah tangga yang selalu menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan hanya tumbuh sebesar 5,06%, dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 52,62%. Bandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,39%. Hal ini terjadi di tengah masih lambatnya realisasi belanja pemerintah.
Menurut anak usaha IFG ini, melemahnya konsumsi masyarakat dapat dibantu oleh penyaluran belanja negara. Selama kuartal tiga tahun ini, belanja negara hanya tumbuh 1,75% secara tahunan. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga September 2023, belanja fiskal baru mencapai 64,3% dari target APBN. Dengan kondisi tersebut, ruang stimulus fiskal masih cukup lebar untuk dioptimalkan menjaga momentum pertumbuhan.
Di tengah bergejolaknya perekonomian global, investasi masih mampu mencatat kinerja positif yakni tumbuh sebesar 5,77% dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 29,68%. Mengalami pertumbuhan yang besar bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebesar 4,98%.
‘’Risiko perlambatan ekonomi global dapat menekan perekonomian Indonesia jika momentum pertumbuhan domestik tidak dijaga,’’ ungkap Emil. Indonesia tidak lagi membutuhkan suku bunga tinggi bila nilai tukar Rupiah dapat terjaga stabil hingga akhir tahun. Sejalan dengan hal tersebut, percepatan belanja fiskal pada sisa tahun ini sangat diperlukan untuk mendorong aktivitas ekonomi pada kuartal terakhir tahun ini, tambah Emil.