Transportasi, apapun jenisnya, menjadi salah satu sektor yang punya potensi tinggi untuk menggunakan gas bumi sebagai bahan bakarnya. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) pun berupaya meningkatkan optimalisasi penggunaan gas bumi untuk transportasi.
Direktur Strategi dan Pengembangan Perusahaan Gas Negara Syahrial Mukhtar menuturkan, salah satu upaya yang dilakukan oleh PGAS adalah memaksimalkan penggunaan gas bumi khususnya Liquified Natural Gas (LNG) atau gas alam cair untuk kendaraan truk.
Terkait itu, PGN sudah menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo). PGN menunjuk anak usahanya, PT Gagas Energi Indonesia (GAGAS) untuk melaksanakan kerja sama tersebut.
Syahrial berpendapat, LNG memiliki potensi yang besar sebagai bahan bakar bagi kendaraan truk. Selain perawatan kendaraannya yang lebih mudah dibandingkan pengguna bahan bakar minyak (BBM), LNG juga memiliki tingkat keamanan yang mumpuni. Ini mengingat gas yang bocor akan langsung menguap dan tidak tumpah seperti minyak.
Tak hanya itu, truk-truk pengguna LNG juga memiliki tingkat efisiensi sekitar 20%–30% lebih baik ketimbang kendaraan pengguna BBM. Proyeksi tersebut baru dihitung dari aspek harga yang menurut Syahrial, harga LNG berada di kisaran Rp 7.000—Rp 8.000 per liter LNG.
Syahrial yakin, pasokan LNG domestik yang dibutuhkan untuk truk tergolong tinggi yakni mencapai 18,5 BBTUD. “Nilai tersebut dengan asumsi ada 10.000 truk yang mengkonversi bahan bakarnya menjadi LNG di tiap tahun,” ungkap dia.
Untuk menunjang kendaraan truk yang membutuhkan LNG, PGN sedang menyiapkan sejumlah fasilitas pengisian bahan bakar tersebut. Salah satunya melalui Terminal LNG di Pelabuhan Tanjung Perak, Teluk Lamong, Surabaya.
Dalam berita sebelumnya, PGAS menjalankan proyek terminal LNG tersebut hingga rampung secara keseluruhan di tahun 2023 mendatang. Walau begitu, fase pertama terminal LNG di Surabaya tersebut seharusnya sudah selesai sesuai target di akhir tahun kemarin.
Bukan cuma truk, PGAS juga memiliki rencana mengimplementasikan penggunaan LNG pada kapal laut. Peluang tersebut cukup terbuka berhubung per 1 Januari lalu International Maritime Organization (IMO) mewajibkan industri pelayaran untuk menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur sebesar 0,5%.
Saat ini, PGAS yang bersinergi dengan Pertamina Gas (Pertagas) memiliki terminal pengisian LNG Arun di Lhoksumawe, Aceh. Posisi terminal ini cukup strategis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran internasional.
“Target kami adalah mengisi LNG untuk kapal-kapal yang melintasi Selat Malaka,” kata Syahrial.
Catatan Kontan, Pertagas lewat dua anak usahanya yaitu PT Pertamina Gas Niaga dan PT Perta Arun Gas sebenarnya sudah memanfaatkan Terminal Arun. Namun, LNG tersebut lebih dioptimalkan sebagai bagian dari proses pendinginan tangki kapal atau cool down.
Proses cooldown sendiri pernah dilakukan kepada kapal berbendera Denmark, Magellan Spirit di tahun lalu dengan total sekitar 120.000 MMBtu.
Sumber Kontan, edit koranbumn