PT Phapros Tbk menyalurkan dana kemitraan senilai Rp 1,9 miliar ke sektor UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Perseroan pun menyalurkan dana kemitraan tersebut ke pengusaha minuman sirup parijoto yang meraup omzet sebesar Rp Rp150 juta per bulan pada masa pandemi Covid-19.
Sekretaris Perusahaan Phapros Zahmilia Akbar mengatakan dana kemitraan merupakan dana bergulir yang diperuntukkan bagi pengembangan UMKM yang juga merupakan stakeholder perusahaan. “Selama ini dana program kemitraan Phapros masuk kategori lancar. Artinya, mitra binaan yang mendapatkan dana ini mampu mengembangkan bisnis dengan tetap memenuhi kewajiban pembayaran cicilan tepat waktu. Kami juga menyalurkan dana Bina Lingkungan senilai Rp 1,6 miliar,” ujarnya dalam keterangan tulis, Selasa (7/7).
Menurutnya salah satu pengusaha UMKM yang berhasil melalui fase krisis saat pandemi Covid-19 adalah Triyanto, seorang warga Kudus yang juga merupakan mitra binaan PT Phapros Tbk. “Bapak Triyanto merupakan pengusaha sirup parijoto atau medinilla speciosa mitra binaan PT Phapros Tbk. Buah Parijoto ini merupakan olahan tanaman endemik di Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah,” ucapnya.
Menurutnya jumlah UMKM yang kini mencapai 64,2 juta unit, sendi utama perekonomian nasional itu mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja. Pada masa transisi pasca pandemi Covid-19 diperlukan banyak dukungan agar sektor UMKM kembali mengeliat.
Sementara Triyanto menjelaskan pengelolaan buah parijoto ini mulai dilakoninya sejak 2015. “Awalnya saya hanya memanfaatkan peluang yang ada. Di tempat saya tinggal, buah parijoto ini sangat banyak, dan harganya bisa melonjak tinggi bila di musim kemarau mencapai Rp 30.000 – Rp 50.000 per tangkainya. Karena rasanya yang kurang enak jika dimakan langsung, saya kemudian mulai mengolahnya menjadi sirup pada tahun 2015 dan dijual dalam skala kecil,” ujar pria yang juga memiliki hobi fotografi ini.
Dia menambahkan pihaknya menggunakan strategi pemasaran online dan membentuk agen– agen resmi di beberapa wilayah Indonesia untuk mengenalkan produknya. “Saya lebih aktif media sosial untuk mengedukasi masyarakat sehingga mereka tertarik untuk menjadi agen atau reseller. Pada saat pameran pun, ketika orang lain mencari konsumen, saya malah berpromosi untuk mencari agen atau resellerbaru. Saat itu pikirian saya sederhana, yakni bagaimana saya mempertahankan kelangsungan produk ini di masa depan,” ucapnya.
Triyanto tak memungkiri, kandungan flavonoid, tanin, dan saponin yang merupakan antioksidan dan bisa mencegah kanker menjadi daya tarik konsumen membeli produknya. Pada saat banyak UMKM lain gulung tikar, Triyanto justru bisa mendulang rupiah dari hasil penjualan sirup parijotonya.
“Per bulan biasanya saya bisa menghasilkan Rp50 juta Pada saat pandemi, usaha ini mengalami lonjakan permintaan hingga penghasilan per bulan meningkat sampai Rp150 juta,” katanya.
Dia menjelaskan saat pandemi peluang reseller baru sangat terbuka. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau ingin menambah penghasilan akhirnya bergabung dengan usaha sirup parijoto ini dengan menjadi agen atau reseller nya.
“Mereka memasarkan produk ini secara online dan hampir di semua marketplace kini bisa ditemukan sirup parijoto,” terangnya.
Kini, usahanya berkembang pesat dan telah memiliki diversifikasi produk yakni teh celup dan teh tubruk parijoto. Triyanto juga memiliki lahan baru di seberang rumahnya, buah hasil dari kegigihannya menjalani usaha di tengah pandemi.
“Lahan ini rencananya akan kami gunakan sebagai tempat produksi dengan kapasitas yang lebih besar. Saya juga berterima kasih kepada Phapros karena saat ini saya bisa memiliki tempat produksi sendiri setelah dulu saya harus produksi sirup ini dengan menumpang di dapur orangtua,” ucapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn