PT PLN (Persero) memastikan kebijakan penurunan tarif listrik untuk pelanggan tegangan rendah nonsubsidi selama Oktober—Desember 2020 tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Menurut Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril, adanya penurunan tarif tersebut memang akan membuat perseroan kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp391 miliar. Meski demikian, dia optimistis perseroan masih mampu mencetak pertumbuhan laba positif pada akhir tahun.
PLN akan melakukan efisiensi pada biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dengan mengatur bauran energi bahan bakar pembangkit listrik.
Di sisi lain, kata Bob, pemerintah juga akan menanggung beban selisih antara BPP dan harga pokok penjualan listrik dalam bentuk subsidi maupun kompensasi.
“Secara umum ini memang memberi pengaruh ke pendapatan kami. Namun, bottom line kami tidak terpengaruh begitu besar sehingga kami berekspektasi tahun ini keuangan PLN positif secara bottom line,” ujar Bob dalam siaran langsung CNBC Indonesia TV, Senin (7/9/2020).
Dia berharap supaya kebijakan penurunan tarif ini akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga penjualan listrik PLN juga akan ikut terdorong.
Dalam penyesuaian tarif tenaga listrik periode Oktober—Desember 2020, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menetapkan tarif tenaga listrik untuk pelanggan tegangan rendah nonsubsidi sebesar Rp1.444,70 per kWh atau turun Rp22,5 per kWh dari periode sebelumnya.
Pelanggan tegangan rendah yang menikmati penurunan tarif tenaga listrik, yakni pelanggan rumah tangga daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA—5.500 VA, 6.600 VA ke atas, pelanggan bisnis daya 6.600 VA—200 kVA, pelanggan pemerintah daya 6.600 VA—200 kVA, dan penerangan jalan umum.
Sumber Bisnis, edit koranbumn