PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini tengah menegosiasikan kembali jadwal Commercial Operation Date (COD) 34 proyek pembangkit demi mengatasi potensi over supply listrik.
Direktur Niaga dan Manajemen PLN Bob Saril mengungkapkan, proses renegosiasi telah dilakukan bersama sejumlah Independent Power Producer (IPP) untuk proyek pembangkit yang sudah berkontrak dan berkonstruksi agar jadwal COD bisa dimundurkan serta mengurangi Availability Factor (AF) pembangkit.
“Kita melakukan konsultasi bisnis bersama IPP. (ada) 34 proyek IPP, sudah tercapai kesepakatan 14 proyek,” ujar Bob kepada Kontan, Rabu (29/9).
Kendati demikian, Bob masih belum bisa merinci lebih jauh proyek pembangkit mana saja yang masuk dalam rencana renegosiasi ini. Yang terang, proyek yang tengah direnegosiasi yakni proyek yang bakal COD atau beroperasi dalam kurun waktu 3 tahun ke depan. “Kita targetkan sampai akhir tahun ini bisa diselesaikan,” kata Bob.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan ada sejumlah hal yang perlu jadi perhatian dalam proses renegosiasi kontrak COD pembangkit oleh PLN.
Menurutnya, PLN harus mempunyai batas waktu yang tegas untuk financial closing atau penyelesaian pendanaan proyek pembangkit. “Idealnya diberikan waktu selambatnya pertengahan tahun depan sudah penyelesaian pendanaan dan akhir tahun depan sudah mulai konstruksi. Kalau tidak bisa jangan diperpanjang,” kata Fabby kepada Kontan, Rabu (29/9).
Selain itu, perlu ada renegosiasi untuk tingkat capacity factor pembangkit yakni maksimal 60% saat pembangkit tersedia. Selain itu, pembangkit listrik juga harus punya kemampuan bekerja pada load minimum ditingkatkan 30% hingga 40%. Dengan demikian, maka pembangkit dapat dioperasikan secara fleksibel.
Fabby menambahkan, masa waktu kontrak juga perlu dipangkas dari yang saat ini 30 tahun menjadi hanya 25 tahun.
Fabby menjelaskan, kondisi over supply listrik PLN berpotensi terus terjadi hingga 2030 jika permintaan atau konsumsi listrik tidak membaik. Apalagi, pada tahun 2024 penetrasi energi terbarukan dinilai harus lebih besar untuk masuk dalam sistem kelistrikan PLN. “Optimalkan negosiasi sekarang untuk mengurangi potensi over capacity dan stranded asset yang akan jadi beban PLN,” jelas Fabby.
Fabby menambahkan, ke depannya perlu ada klausul bahwa PLN punya fleksibilitas dalam mengoperasikan PLTU terutama jika harga batubara mahal. “PLN (akan) mempunyai opsi untuk tidak mengoperasikan PLTU karena ada opsi lain yang lebih murah dan jika tetap dijalankan akan membuat biaya meningkat,” pungkas Fabby.
Sumber Kontan, edit koranbumn