PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik sampai dengan 2030 dalam skenario optimis dapat mencapai rata-rata 5,4 persen. Asumsi ini lebih tinggi dibandingkan asumsi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang sebesar 4,4-4,7 persen.
Dalam proyeksi moderat, perusahaan setrum pelat merah itu memproyeksikan rata-rata pertumbuhan permintaan listrik sampai dengan 2030 berada di kisaran paling rendah 4,91 persen.
“Kita tahun ini tumbuh lebih dari 6 persen dulu kan sempat minus pada 2020 lalu, tapi 2021 sudah naik sekarang naik di atas 6 persen,” kata EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Warsono saat ditemui di Hotel The Dharmawangsa, Jakarta, Senin (19/12/2022).
Warsono mengatakan, meningkatnya proyeksi pertumbuhan listrik tersebut seiring dengan besarnya potensi komitmen permintaan setrum baru dari pelanggan industri. Komitmen permintaan listrik yang relatif tinggi itu berasal dari masifnya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih mineral serta pembentukan kawasan industri di sejumlah daerah.
Di sisi lain, dia mengatakan, sejumlah industri yang berorientasi ekspor belakangan mencatatkan permintaan listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) yang relatif tinggi saat ini.
Dia mencontohkan permintaan energi bersih mengalami peningkatan dari industri pusat data atau data center hingga korporasi multinasional.
Dengan demikian, dia mengatakan, perseroannya tengah merevisi kembali RUPTL 2021-2030 untuk menyesuaikan kembali sejumlah asumsi di tengah naiknya permintaan listrik tersebut.
“Kita akan melakukan revisi perbaikan untuk permintaan ke depan sesuai dengan kondisi terakhir, kira-kira setelah Covid-19 ini kenaikannya cukup signifikan,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, pendapatan PLN melanjutkan kenaikan hingga akhir kuartal III/2022 seiring dengan naiknya tarif daftar listrik untuk sejumlah golongan per 1 Juli 2022. Meski demikian, laba bersih PLN menyusut dari capaian semester I/2022.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2022, PLN mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp325,12 triliun. Angka tersebut tumbuh 20,47 persen dibandingkan dengan Rp269,87 triliun pada Januari—September 2021.
Penjualan tenaga listrik sebagai kontributor terbesar menyumbang Rp231,04 triliun selama periode sembilan bulan 2022, naik 8,56 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp212,82 triliun.
Pendapatan kompensasi juga memperlihatkan peningkatan sampai akhir September 2022, dengan kenaikan mencapai 186,54 persen secara tahunan menjadi Rp46,36 triliun, dari sebelumnya Rp16,18 triliun.
Pemasukan dari subsidi listrik pemerintah juga melanjutkan kenaikan menjadi Rp42,13 triliun, naik 12,71 persen secara year-on-year (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya Rp37,38 triliun.
Seiring kenaikan pendapatan, jumlah beban usaha PLN juga naik 16,68 persen yoy dari Rp276,95 triliun menjadi Rp237,36 triliun.
Kenaikan beban terutama disumbangkan oleh naiknya beban bahan bakar dan pelumas sebesar 25,63 persen yoy menjadi Rp108,22 triliun, dari sebelumnya Rp86,14 triliun. Beban pembelian tenaga listrik juga naik 22,58 persen yoy menjadi Rp94,22 triliun, dari sebelumnya Rp76,86 triliun.
Setelah dikurangi beban keuangan, rugi bersih kurs, dan lain-lain, laba periode berjalan diatribusikan kepada pemilik entitas induk PLN naik 28,62 persen menjadi Rp15,93 triliun, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp12,38 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn