Direktur Umum Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Sigit Yanuar Gunarto curhat soal tender surat suara pemilihan umum kepada Komisi BUMN DPR. Seusai aturan yang ada, kata dia, surat suara seharusnya dicetak langsung oleh perusahaannya. “Tetapi faktanya tidak,” kata Sigit dalam rapat bersama DPR pada Senin, 28 September 2020.
Walhasil, PNRI harus ikut tender pencetakan suara suara bersama perusahaan lainnya, termasuk swasta. Entah itu Pemilihan Presiden (Pilpres) hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). “Kadang menang kadang tidak,” kata Sigit.
Dalam Pasal 6 ayat 1 berbunyi: “Perusahaan memiliki maksud dan tujuan untuk melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang percetakan dan penyebarluasan dokumen negara, serta menyelenggarakan usaha di bidang percetakan umum dan sekuriti, penerbitan, multimedia, jasa grafika, dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki Perusahaan, berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.”
Sebelum ke DPR, Sigit menyebut telah menyampaikan informasi ini kepada KPU. Ia menjelaskan bahwa pada dasarnya, surat suara adalah dokumen yang dilindungi.
Sebab jika ada sengketa pemilu, maka yang pertama menjadi alat bukti adalah surat suara. ” Jika surat suaranya sendiri sudah tidak dapat diyakini asli dan tidaknya, bagaimana selanjutnya dari proses sengketa itu,” kata Sigit.
Sumber Tempo, edit koranbumn