PT Amarta Karya (Persero) telah menyampaikan proposal perdamaian kepada para kreditur yang berisikan usulan, di mana semua utang vendor akan dibayarkan 100 persen. Adapun skemanya ialah pembayaran di depan sebesar sampai dengan 35 persen dan sisanya akan diselesaikan secara jangka panjang, yang mana dana tersebut didapatkan dari aset-aset perusahaan yang tersedia.
Sekretaris Perusahaan Amarta Karya, Brisben Rasyid, mengatakan hal ini merupakan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Amarta Karya yang saat ini sedang berlangsung di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah berlangsung selama kurang lebih 220 hari. Rasyid menyebut proses ini mendekati tahap final yaitu pemungutan suara (voting) dari para kreditur untuk menentukan diterima atau tidaknya proposal perdamaian yang diajukan Amarta Karya sebagai debitur.
“Proposal perdamaian yang diajukan Amarta Karya mendukung pemenuhan penyelesaian yang terbaik untuk vendor UMKM yaitu para kreditur konkuren,” ujar Rasyid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Manajemen, ucap Rasyid, berharap para kreditur dapat menyetujui proposal perdamaian ini. Namun, putusan akan bergantung dari hasil voting yang akan dihadiri seluruh kreditur pada pertengahan Agustus 2023.
Sementara itu, pada saat pemaparan Proposal Perdamaian terakhir yang disampaikan Amarta Karya selaku debitur, sejumlah kreditur konkuren berharap proposal perdamaian tersebut tidak direvisi kembali sehingga dapat segera dilakukan pemungutan suara dan Amarta Karya tidak dipailitkan.
“Proposal perdamaian ini diharapkan menjadi solusi terbaik, utamanya bagi Kreditur Konkuren yang kebanyakan UMKM. Pada intinya, Kreditur Konkuren ingin segera dibayar kita tidak ingin dipailitkan,” ujar salah satu kreditur konkuren, Asep Saepudin.
Sumber Republika, edit koranbumn