Target penerimaan pajak 2023 senilai Rp2.021,2 triliun dinilai akan mudah tercapai. Namun, efektivitas langkah ekstensifikasi pajak untuk perluasan potensi penerimaan masih menghadapi tantangan.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa terdapat kemungkinan sangat besar bagi pemerintah untuk mencapai target pajak tahun depan. Pasalnya, target pertumbuhan tahun depan relatif moderat.
Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan 2023 senilai Rp 2.021,2 triliun, menjadi target tertinggi sepanjang sejarah. Namun, target itu ternyata hanya tumbuh 5 persen dari outlook penerimaan perpajakan tahun ini.
Kondisi tahun ini, hingga Oktober 2022 penerimaan pajak telah mencapai 97,5 persen dari target, sehingga kemungkinan melampaui target sangat terbuka lebar. Oleh karena itu, Fajry menilai potensi untuk tumbuh tahun depan cukup mudah.
“Kemungkinan besar target penerimaan pajak kita tercapai tahun depan. Mengingat target penerimaan yang rasional, ekonomi kita yang tahun depan tumbuh kuat namun memang akan dirundung ketidakpastian global,” ujar Fajry
Pada tahun depan, Indonesia berisiko tidak lagi memperoleh berkah dari commodity boom, yang melonjakkan penerimaan pajak tahun ini. Oleh karena itu, strategi jitu untuk meningkatkan penerimaan adalah dengan menggencarkan ekstensifikasi atau penambahan jumlah wajib pajak.
Hingga kuartal III/2022, pemerintah berhasil menambah 3,8 juta wajib pajak (WP) baru. Salah satu langkahnya dengan percepatan single identity number, berupa integrasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Meskipun begitu, ternyata tidak seluruh WP baru itu membayar pajak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mencatat bahwa hanya 385.624 WP baru yang membayar pajak, total nilainya Rp3,21 triliun.
Dari jumlah itu, 35.934 WP baru berasal dari upaya ekstensifikasi pajak. Namun, hanya 4.184 WP baru yang melakukan pembayaran pajak, dengan nilai total Rp48,9 miliar.
Pemerintah dihadapkan pada banyaknya wajib pajak baru yang memiliki penghasilan di bawah PTKP, sehingga ekstensifikasi tidak linier dengan penerimaan pajak. Terdapat ekspektasi jumlah pekerja berkurang akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kemungkinan perusahaan tidak melakukan ekspansi, sehingga menghambat ekstensifikasi pajak.
“Bisa jadi [membuat NPWP sebagai] syarat untuk bekerja, tetapi kerja belum beres sudah PHK. Bisa jadi. Ada on and off, akan kami teliti terus,” ujar Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Aim Nursalim Saleh dalam media briefing Ditjen Pajak, Selasa (29/11/2022) di Batam.
Sudah saatnya pemerintah mengeksekusi sejumlah rencana pajak yang sudah tersusun tetapi masih tertunda hingga kini, seperti implementasi pajak karbon, pajak natura atau kenikmatan, pajak digital, hingga ruang penyesuaian tarif.
Sumber Bisnis, edit koranbumn