Emiten perdagangan dan pertambangan batu bara PT Bukit Asam Tbk. melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor perseroan, merespons prospek pasar China yang dibayangi ketidakpastian.
Direktur Niaga Bukit Asam Adib Ubaidillah menyampaikan saat ini pasar Negeri Tembok Raksasa mengimplementasikan banyak hambatan untuk memasukkan batu bara. Alhasil, perseroan melirik negara lain untuk dapat memasarkan emas hitam.
“Harga batu bara berubah [terkoreksi] di kuartal-kuartal terakhir 2018. Belajar dari situ, kami memilih strategi untuk mengubah segmentasi pasar pada 2019. Yang tadinya diekspor mostly ke China, sekarang kami ubah market-nya ke negara lain,” ungkap Adib pada Bisnis.com, Selasa (15/1/2019).
Adib menyampaikan pada tahun lalu perseroan mengekspor hingga 40% dari total ekspor perseroan ke China, karena pasar negara tersebut yang merupakan yang terbesar di dunia. Namun, pemerintah China mulai memperketat pemasukan batu bara.
Pada tahun ini, emiten dengan sandi PTBA tersebut memprediksi porsi ekspor ke China akan tertekan hingga ke 10%—20% terhadap total pengapalan ke luar negeri perseroan.
Sebagian besar ekspor perseroan merupakan batu bara kalori medium dengan kandungan 4.800 kcal/kg—5.000 kcal/kg. Ekspor batu bara kalori medium tersebut diarahkan ke beberapa negara sekitarnya, yaitu Korea Selatan, India, dan Filipina.
“Permintaan dari India tumbuh cukup banyak karena pertumbuhan ekonomi mereka memang sedang tinggi, di saat yang sama pasar China penuh ketidakpastian [sehingga ekspor dialihkan ke India],” ungkap Adib.
Strategi perseroan selanjutnya guna meminimalkan risiko koreksi harga batu bara global yaitu dengan menggenjot ekspor batu bara kalori tinggi. Pada tahun ini, PTBA membidik ekspor batu bara premium hingga 4 juta—5 juta ton, dari hanya sekitar 1 juta ton pada tahun lalu.
Perseroan mengekspor batu bara kalori tinggi ke Jepang, Taiwan, dan Filipina. Belum lama ini, PTBA juga berhasil menjebol pasar Sri Lanka. “Kami juga sudah menang tender di Hong Kong dan Taiwan,” ungkap Adib.
Sumber Bisnis / Edit koranbumn
Direktur Niaga Bukit Asam Adib Ubaidillah menyampaikan saat ini pasar Negeri Tembok Raksasa mengimplementasikan banyak hambatan untuk memasukkan batu bara. Alhasil, perseroan melirik negara lain untuk dapat memasarkan emas hitam.
“Harga batu bara berubah [terkoreksi] di kuartal-kuartal terakhir 2018. Belajar dari situ, kami memilih strategi untuk mengubah segmentasi pasar pada 2019. Yang tadinya diekspor mostly ke China, sekarang kami ubah market-nya ke negara lain,” ungkap Adib pada Bisnis.com, Selasa (15/1/2019).
Adib menyampaikan pada tahun lalu perseroan mengekspor hingga 40% dari total ekspor perseroan ke China, karena pasar negara tersebut yang merupakan yang terbesar di dunia. Namun, pemerintah China mulai memperketat pemasukan batu bara.
Pada tahun ini, emiten dengan sandi PTBA tersebut memprediksi porsi ekspor ke China akan tertekan hingga ke 10%—20% terhadap total pengapalan ke luar negeri perseroan.
Sebagian besar ekspor perseroan merupakan batu bara kalori medium dengan kandungan 4.800 kcal/kg—5.000 kcal/kg. Ekspor batu bara kalori medium tersebut diarahkan ke beberapa negara sekitarnya, yaitu Korea Selatan, India, dan Filipina.
“Permintaan dari India tumbuh cukup banyak karena pertumbuhan ekonomi mereka memang sedang tinggi, di saat yang sama pasar China penuh ketidakpastian [sehingga ekspor dialihkan ke India],” ungkap Adib.
Strategi perseroan selanjutnya guna meminimalkan risiko koreksi harga batu bara global yaitu dengan menggenjot ekspor batu bara kalori tinggi. Pada tahun ini, PTBA membidik ekspor batu bara premium hingga 4 juta—5 juta ton, dari hanya sekitar 1 juta ton pada tahun lalu.
Perseroan mengekspor batu bara kalori tinggi ke Jepang, Taiwan, dan Filipina. Belum lama ini, PTBA juga berhasil menjebol pasar Sri Lanka. “Kami juga sudah menang tender di Hong Kong dan Taiwan,” ungkap Adib.
Sumber Bisnis / Edit koranbumn