Menurutnya ketahanan produksi, efisiensi biaya, dan penguatan harga jual sebagai faktor pendorong utama.
“Kami bersyukur kinerja 2024 ditutup dengan pertumbuhan laba yang sangat positif. Produktivitas yang mampu bertahan di tengah El Nino panjang, efisiensi biaya, dan kenaikan harga jual produk utama mendorong kinerja keuangan 2024,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Meski sempat tertekan dari sisi produktivitas, PalmCo mampu menjaga daya tahan operasional. Produktivitas tandan buah segar (TBS) tercatat 18,77 ton per hektare, sementara crude palm oil (CPO) mencapai 4,34 ton per hektare.
Secara total, produksi TBS baik dari kebun inti maupun plasma, mencapai 11,67 juta ton, menghasilkan 2,56 juta ton CPO. Rendemen inti CPO tercatat 23,10% untuk kebun inti dan 18,46% untuk plasma. Sedangkan rendemen palm kernel (PK) masing-masing mencapai 3,90% (inti) dan 4,41% (plasma).
Sepanjang 2024, PalmCo menjual 2,54 juta ton CPO, dengan nilai penjualan Rp32,75 triliun atau naik 129% secara tahunan. Lonjakan ini ditopang kenaikan harga jual rata-rata CPO menjadi Rp12.882 per kilogram.
Produk turunan seperti PK, palm kernel oil (PKO), dan palm kernel meal (PKM) juga tumbuh pesat. Penjualan PK bahkan melesat 233% dibanding tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, PalmCo membukukan laba kotor Rp15,09 triliun atau naik 159%, dengan EBITDA meningkat 133% menjadi Rp9,10 triliun.
“Tiga faktor utama yang menjaga margin perusahaan adalah ketahanan produksi, efisiensi operasional, dan kenaikan harga komoditas,” tambah Jatmiko.
PalmCo menargetkan 2025 sebagai momentum memperkuat produktivitas, hilirisasi, serta memperluas inisiatif keberlanjutan. Perusahaan juga menegaskan komitmennya pada agenda lingkungan dengan target Net Zero Emission 2030.
“Ke depan, kami terus fokus menekan disparitas dan meningkatkan produktivitas, menjaga optimalisasi biaya agar profitabilitas tetap terjaga, dan mengedepankan bisnis hijau sebagai potensi ekonomi sirkular yang berkesinambungan,” jelasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















