PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI kembali melakukan ekspor daun tebu kering atau daduk (Sugar Cane Top/SCT) sebanyak 34 ton dengan negara tujuan Jepang.
Komisaris Utama PTPN XI, Dedy Mawardi mengatakan dalam kondisi seperti sekarang perusahaan perlu melakukan terobosan dengan mengoptimalkan aset dan sumber daya yang ada sehingga memiliki nilai lebih.
“Kami memberikan apresiasi dan support langkah manajemen dalam menjaga performa bisnis korporasi, memperkuat core bisnis dan mengoptimalkan aset. Terobosan memang harus dilakukan, jangan lagi memiliki mindset menjalankan bisnis as usual,” katanya, Jumat (16/10/2020).
Kepala Puslit Sukosari, Nanik Tri Ismadi menjelaskan produk daduk yang diekspor untuk ketiga kalinya ini berasal dari produksi di Pabrik Gula (PG) Djatiroto, Lumajang. Sebelumnya, perseroan sudah mengekspor daduk pada Februari sekitar 17 ton dan juga pada Agustus.
“Daduk kering sebagai bahan SCT ini setiap hari dikumpulkan dari kebun HGU Djatiroto selama musim giling, lalu diproses cacah menggunakan mesin crusher hingga dijemur sampai kering dengan tingkat kelembaban 12 persen sebelum dipressing,” ujarnya sebagai penanggung jawab program ekspor SCT.
Dia mengatakan kendala yang masih dihadapi perseroan untuk memproduksi daduk ini adalah adanya faktor cuaca saat proses pengeringan, termasuk pasokan bahan baku daduk yang masih belum stabil.
“Untuk itu kami membuka kerja sama bagi petani untuk mau memasok bahan bakunya,” imbuhnya.
Nanik memaparkan, bahan baku daduk bisa diperoleh dari kebun tebu dengan asumsi perolehan jumlah daduk sebanyak 2 persen pada saat masa pemeliharaan atau klentekan dan 10 persen pada saat musim giling/panen dan protas sebesar 800 Ku/Ha.
“Dari asumsi itu, maka potensi pasokan daduk diperkirakan ± 16 Ku/Ha pada masa pemeliharaan dan ± 80 Ku/Ha pada masa panen,” imbuhnya.
Menurut Nanik, pasar yang siap menyerap daduk masih sangat besa. Untuk itu, PTPN XI mengambil peluang tersebut karena memiliki manfaat ekonomis. Apalagi pengambilan daduk dari kebun juga memiliki pengaruh bagi pertumbuhan tanaman tebu.
“Selama ini daduk dianggap sampah, padahal pengambilan daduk ini mendukung pekerjaan tenaga klentek agar tanaman menjadi bersih dan mempengaruhi proses pembentukan gula dalam batang tebu, membantu tebu cepat masak. Sisa daduk yang di lahan pun akan menambah unsur hara pada lahan jika dibiarkan terurai,” imbuhnya.
Diketahui, daduk ini dimanfaatkan oleh Jepang untuk digunakan sebagai soil conditioner atau tambahan unsur hara guna meningkatkan kualitas tanah dan mulsa, yakni dengan menutup permukaan tanah untuk menjaga kelembaban dan menghindari penguapan yang lebih tinggi, serta mampu menghambar tumbuhan gulma.
Sumber Bisnis, edit koranbumn