PT Pupuk Indonesia (Persero) menilai, kebijakan penurunan harga gas industri menjadi US$ 6 per MMBTU membawa angin segar bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tahun ini.
Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan, gas menjadi komponen terbesar dalam pembuatan pupuk urea, yakni sebesar 70%. Alhasil, implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU yang tertera dalam Keputusan Menteri ESDM No. 89 K/10/MEM/2020 berdampak positif bagi bisnis Pupuk Indonesia. “Daya saing produk kami meningkat karena biaya produksi kini lebih efisien,” imbuh dia, Rabu (22/7).
Walau tidak dibeberkan secara rinci, ia menyebut bahwa berkat harga gas yang turun, utilisasi pabrik Pupuk Indonesia mengalami peningkatan sepanjang tahun 2020 dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Keandalan pabrik juga meningkat sehingga performa produksi di sana lebih optimal.
Dalam berita sebelumnya, produksi pupuk milik Pupuk Indonesia telah mencapai 6,21 juta ton di periode Januari-Mei 2020 atau tumbuh 6,92% (yoy) dibandingkan produksi di periode yang sama tahun lalu sebesar 5,80 juta ton.
Bila dirinci, Pupuk Indonesia sudah memproduksi 4,04 juta ton produk Urea, 1,48 juta ton NPK, 264.864 ton SP-36, 415.820 ton ZA, dan 4.560 ton ZK. Adapun total produksi Pupuk Indonesia per Januari-Mei 2020 setara 52% dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) di tahun ini sebesar 11,94 juta ton.
Lebih lanjut, adanya penyesuaian harga gas membuat Pupuk Indonesia menjadi lebih tenang dalam menjalankan ekspansi di sisa tahun ini. “Kami sedang fokus peningkatan kemampuan produksi pupuk nitrogen, phospat, dan kalium (NPK),” ujar Wijaya.
Dalam catatan Kontan, Pupuk Indonesia tengah mengawal pabrik pupuk NPK baru di Aceh Utara melalui anak usahanya, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda. Pabrik pupuk NPK ini ditargetkan beroperasi pada tahun 2021 mendatang dan dapat menghasilkan pupuk sebanyak 500.000 ton per tahun.
Sumber Kontan, edit koranbumn