PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) masih mampu mencatatkan pertumbuhan bisnis di tengah pandemi. Anggota Holding Perasuransian dan Penjaminan, Indonesia Financial Group ini membukukan pendapatan mencapai Rp 6,24 triliun pada sepanjang 2020.
Nilai itu tumbuh 8,9% year on year (yoy) dari pada 2019 senilai Rp 5,73 triliun. Direktur Utama Askrindo Dedi Sunardi bilang hasil underwriting pada tahun lalu meningkat menjadi Rp 1,2 triliun.
“Earning after tax di 2020 sebesar Rp 720 miliar. Perolehannya masih dipengaruhi oleh pandemic Covid-19. Apabila dibandingkan 2019 turun sedikit sebesar Rp 804 miliar namun ini memang sangat dipengaruhi oleh pandemi,” ujar Dedi pada pekan lalu.
Ia melanjutkan, aset perusahaan terus meningkat selama 3 tahun terakhir, dengan CAGR 19% dan 2020 tumbuh 20,6%. Sedangkan untuk ekuitas, juga tumbuh selama 3 tahun terakhir, dengan CAGR 8% dan mengalami pertumbuhan 7,5% di 2020.
“RBC yang merupakan kemampuan dan kekuatan bagi perusahaan asuransi dalam rangka menjamin apabila terjadi klaim. Pada 2020, RBC sebesar 658,1% ini merupakan sesuatu yang sangat sehat di perusahaan asuransi. Hal ini menunjukkan kekuatan perusahaan yang sangat sehat karena di atas ketentuan OJK minimal 120%,” papar Dedi.
Dedi menyatakan investment yield Askrindo pada 2020 sebesar 4,9%. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan yang mulai mengalami perbaikan, walaupun masih sedikit fluktuatif.
Lebih lanjut ia menyatakan rasio likuiditas perusahaan di level 208,9%. Dedi bilang hal tersebut menunjukkan perusahaan masih mampu memenuhi kewajiban jangka pendek saat jatuh tempo, maupun utang-utang klaim, atau utang-utang reasuransi.
“Artinya, sangat sehat dan mampu untuk selesaikan utang-utang klaim yang harus dilakukan Askrindo. Rasio solvabilitas 221,5%, hal tersebut menunjukkan perusahaan masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan panjang pada saat jatuh tempo,” tambah Dedi.
Sumber Kontan, edit koranbumn