Melalui penandatanganan akta tersebut, Angkasa Pura melakukan penyetoran modal dalam bentuk lainnya atau non-tunai berupa lahan dengan status hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan (HPL) seluas 972.123 meter persegi yang berlokasi di kawasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Nilai inbreng lahan sebagaimana tercantum dalam akta mencapai Rp5,66 triliun.
Penandatanganan akta menandai bahwa Angkasa Pura telah resmi menjadi pemegang saham GMFI dan lahan tersebut secara hukum telah dikuasai oleh GMFI. Adapun, pencatatan lahan sebagai aset tetap GMFI kemudian akan dilakukan setelah audit laporan keuangan per 31 Desember 2025 oleh kantor akuntan publik.
Direktur Utama GMFI Andi Fahrurrozi mengatakan inbreng lahan itu menjadi bagian dari langkah penguatan struktur permodalan GMFI serta upaya memperkuat ekosistem industri aviasi nasional, khususnya di sektor maintenance, repair, and overhaul (MRO).
Inbreng lahan juga memberikan kepastian jangka panjang bagi GMFI, baik dari sisi operasional maupun keuangan.
“Dengan penguasaan lahan ini, GMF memperoleh kepastian pengelolaan aset sekaligus fleksibilitas yang lebih besar untuk pengembangan bisnis ke depan. Inisiatif ini juga menjadi bagian penting dalam upaya memperkuat struktur permodalan dan mendukung keberlanjutan bisnis GMF,” ujar Andi dalam keterangan tertulis pada Senin (29/12/2025).
Dari sisi operasional, penguasaan lahan membuat GMFI tidak lagi menanggung beban sewa, sekaligus membuka ruang pemanfaatan aset yang lebih optimal.
Ke depan, lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih fleksibel, termasuk untuk mendukung rencana pengembangan bisnis bersama mitra atau investor, sepanjang sesuai dengan kebutuhan pasar dan hasil studi kelayakan.
Secara keuangan, inbreng lahan senilai Rp5,66 triliun juga akan menambah nilai aset tetap perseroan dan diharapkan dapat mengembalikan posisi ekuitas GMFI menjadi positif.
GMFI memang masih berkutat dengan ekuitas negatif, yakni liabilitas melebihi jumlah asetnya. GMFI mencatatkan total aset sebesar US$519,54 juta dengan liabilitas sebesar US$755,24 juta per kuartal III/2025. Alhasil, ekuitas GMFI minus US$235,7 juta.
Sebelumnya, Andi menjelaskan usai dukungan inbreng dari Angkasa Pura, aset GMFI diproyeksikan menjadi US$689,74 juta. Ekuitas kemudian menjadi positif US$59,89 juta.
Dengan begitu, aksi korporasi GMFI itu mampu mendukung agenda penyehatan keuangan Garuda Indonesia Group yang menjadi induk GMFI.
Direktur Utama Angkasa Pura Indonesia Mohammad R. Pahlevi mengatakan aksi korporasi inbreng lahan ini merupakan langkah konkret Angkasa Pura dalam memperkuat sektor aviasi nasional.
“Langkah ini juga implementasi dari operasional bandara berbasis ekosistem, dimana Angkasa Pura Indonesia mendukung penuh GMF yang merupakan bagian dari ekosistem Kebandarudaraan,” ujar Mohammad R. Pahlevi.
Sejalan dengan membaiknya struktur permodalan dan kepastian kepemilikan aset, GMFI memiliki ruang yang lebih luas untuk mengembangkan kapasitas dan kapabilitas bisnisnya.
Sebagaimana diketahui, inbreng itu dilakukan Angkasa Pura melalui aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue GMFI.
Dalam aksi rights issue itu, GMFI menawarkan sebanyak-banyaknya 90,05 miliar saham baru Seri B. Skema ini dilakukan dengan pengalihan HMETD milik induk GMFI, PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) kepada Angkasa Pura melalui perjanjian jual beli HMETD. Kemudian, Angkasa Pura akan melaksanakan rights issue tersebut dengan mekanisme setoran inbreng aset.
Mengacu keterbukaan informasi, Angkasa Pura kemudian memiliki 82,1 miliar lembar atau 68,6% saham GMFI setelah rights issue.
Sumber Bisnis, edit koranbumn

















