Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai pembentukan holding-subholding dan rencana penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) terhadap sejumlah anak usaha inti PT Pertamina (Persero), bukanlah langkah yang tepat.
Presiden FSPPB Arie Gumilar mengatakan, tiga dari lima anak usaha yang direncanakan untuk IPO, yakni PT Pertamina Geothermal Energy, PT Pertamina International Shipping, dan PT Pertamina Hulu Energi, merupakan anak usaha inti dari Pertamina yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sehingga rencana ini menimbulkan beberapa kekhawatiran.
“Pembentukan subholding berpotensi mengarah ke rencana pelepasan aset melalui IPO yang akan mengakibatkan tidak dapat dikontrolnya harga produk karena penentuan harga berpotensi akan diserahkan ke mekanisme pasar,” ujar Arie dalam sebuah webinar, Sabtu (31/7/2021).
FSPPBB mencatat setidaknya ada tujuh kekhawatiran yang muncul bila pembentukan holding-subholding direalisasikan dan dilanjutkan dengan IPO terhadap anak-anak usaha Pertamina.
Pertama, berpotensi melanggar UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d) yang menyebutkan bahwa persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Kedua, besarnya potensi pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 52/PMK.010/2017 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha.
Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal.
Keempat, potensi terjadinya silo antarsubholding karena sudah menjadi entitas bisnis yang tersendiri dan mempunyai target kinerja masing-masing.
Kelima, kemampuan subholding dalam mengemban beban penugasan BBM PSO. “Karena masing-masing subholding ditarget kinerja masing-masing, maka akan memungkin antarsubholding saling bersaing ketimbang memikirkan kepentingan rakyat,” kata Arie.
Keenam, hilangnya previlege yang diberikan oleh pemerintah ketika subholding melakukan IPO.
“Kita tahu ketika subholding di IPO itu menjadi perusahaan privat, maka penugasan pemerintah tidak dapat lagi dilakukan pada perusahaan-perusahaan privat,” tutur Arie.
Terakhir, rencana holding-subholding dan IPO dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan energi nasional dan program pemerataan pembangunan (BBM satu harga) tak berjalan.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Dan Investasi Basilio Dias Araujo mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan BUMN memiliki kecenderungan untuk membentuk banyak anak usaha, demikian pula dengan Pertamina. Menurutnya, banyaknya anak usaha yang dimiliki Pertamina membuat produk yang dihasilkan menjadi tidak kompetitif.
“Di Pertamina banyak sekali di mana menjadikan harga minyak tidak bisa bersaing dengan Singapura, Malaysia, karena prosentase yang diambil anak-anaknya itu panjang banget. Kalau ini semua dikonsolidasikan mungkin Pertamina akan beda dari wajah Pertamina yang kita bicarakan sekarang,” kata Basilio.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menuturkan bahwa Pertamina telah menyampaikan alasan yang rasional terkait restrukturisasi dan rencana IPO anak usaha Pertamina kepada DPR.
Pembentukan subholding bertujuan agar Pertamina bisa lebih fokus pada lini usahanya, memperkuat daya saing perusahaan, serta untuk percepatan ekpansi bisnis.
Sedangkan rencana IPO yang disampaikan Pertamina, kata Herman, hingga saat ini baru untuk PT Pertamina Geothermal Energy. Menurutnya, rencana IPO ini cukup rasional mengingat pengembangan panas bumi membutuhkan modal dan memiliki risiko yang besar.
Di sisi lain, Pertamina juga memiliki berbagai penugasan yang berat, mulai dari melaksanakan penugasan BBM bersubsidi, membangun kilang, hingga mengembangkan biodiesel.
“Pertamina menyatakan bahwa secara holding mereka tetap sebagai persero dan tidak ada aset yang kelak menjadi milik asing atau investor. Untuk IPO ini juga belum jelas. Kami nanti ingin mendalami dan mendengarkan. Tapi paling tidak ada hal-hal rasional dengan penugasan yang begitu berat yang menurut saya memang harus memilih,” kata Herman.
Sumber Bisnis, edit koranbumn