Direktur Utama Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono mengatakan, upaya pemulihan kondisi usaha Waskita Karya muncul seiring dengan tekanan yang dialami emiten berkode WSKT ini sejak 2020. Hal ini disampaikan Destiawan saat penandatanganan perjanjian pokok transformas bisnis dan restrukturisasi keuangan antara Waskita dengan lima kreditor yang terdiri atas BNI, Mandiri, BSI, BJB, dan BRI di Jakarta, Jumat (16/7).
“Hal ini disebabkan penurunan kinerja dan pendapatan bisnis konstruksi akibat pandemi Covid-19, kesulitan pendanaan yang dialami oleh beberapa pekerjaan, penundaan pembayaran atas beberapa proyek, serta proses divestasi aset jalan tol yang masih berjalan,” ujar Destiawan.
Destiawan mengatakan, kesepakatan restrukturisasi pinjaman senilai Rp 19,3 triliun atau setara 65 persen dari total pinjaman Rp 29,26 triliun dari seluruh kreditur perseroan. Ini merupakan upaya Waskita yang selama ini berkontribusi signifikan dalam berbagai pembangunan proyek strategis nasional, termasuk 22 proyek jalan tol, seperti tol Trans Jawa, Trans Sumatra serta tol dalam kota Jabodetabek dan Surabaya, serta pembangunan transmisi, bendungan, fasilitas kereta api, bandar udara, dan pelabuhan.
“Langkah-langkah ekstra diperlukan agar dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur bank maupun vendornya,” ucap Destiawan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, lanjut Destiawan, pemerintah melalui Kementerian BUMN selaku pemegang saham Waskita Karya telah membentuk tim Percepatan Restrukturisasi Waskita Karya. Sementara, Waskita Karya juga telah menunjuk konsultan independen untuk membantu mengawal perusahaan dalam melakukan transformasi bisnis, transformasi keuangan, dan pengamanan legal.
“Transformasi keuangan yang akan dilakukan Waskita antara lain mendivestasi aset-aset jalan tol,” kata Destiawan.
Destiawan meyakini langkah ini akan dapat membantu perusahaan memulihkan kondisi keuangan agar menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Sumber Republika, edit koranbumn