Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kebijakan yang diambil sejak awal pandemi Covid-19 tahun lalu, yakni stimulus restrukturisasi kredit, mampu membantu perbankan menekan angka kredit bermasalah.
Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan angka restrukturisasi kredit terus bertambah hingga akhir tahun lalu.
“Sejak diluncurkan 16 Maret 2020, sampai dengan akhir Desember 2020 program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp971 triliun diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18% dari total kredit perbankan,” katanya dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, Jumat (15/1/2021).
Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp386,6 triliun berasal dari 5,8 juta debitur.
Sementara itu, untuk debitur dari segmen non-UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai 1,8 juta debitur dengan nilai sebesar Rp584,4 triliun.
Dengan program restrukturisasi tersebut, lanjut Wimboh, rasio non-performing loan gross perbankan dapat dijaga pada level 3,06%, sedikit lebih tinggi dari tahun 2019 yakni sebesar 2,53%.
Adapun, untuk rasio NPL net industri perbankan tercatat sebesar 0,98% pada 2020, lebih rendah dari 2019 yang berada di level 1,19%).
Selain restrukturisasi kredit, pada tahun 2021 OJK juga mengeluarkan sejumlah stimulus untuk membantu industri jasa keuangan menghadapi masa sulit sebagai imbas perlambatan ekonomi akibat pandemi.
Beberapa stimulus lainnya yakni penilaian kualitas kredit satu pilar, penundaan penerapan Basel III dan pelonggaran pemenuhan indikator likuiditas serta indikator permodalan, telah dapat memberikan ruang bagi perbankan untuk menjaga profil risikonya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn