Upaya pemerintah dan bank sentral untuk semakin memperdalam pasar keuangan domestik terus dilakukan. Dalam waktu dekat, bank sentral akan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dapat dibeli oleh semua investor baik lokal maupun asing. Kehadirannya akan semakin melengkapi instrumen moneter yang dapat menyerap likuiditas di pasar keuangan dalam negeri.
PT Bahana TCW Investment Management (“Bahana TCW”) menilai kehadiran SRBI akan membantu menjaga likuiditas rupiah, sekaligus menjadi alternatif investasi yang menarik bagi investor asing sepanjang yield yang ditawarkan lebih menarik dari Surat Berharga Negara (SBN). Tentu saja kompetisi di pasar utang jangka pendek akan semakin menarik perhatian investor ke depan.
‘’Tingkat yield yang ditawarkan SRBI diperkirakan lebih menarik dari SBN. Sebagai perbandingan, yield SBN tenor 6 bulan saat ini pada kisaran 6,16%, sedangkan rate reverse repo BI tenor 6 bulan sebesar 6,31% pada lelang terakhir 18 Agustus lalu,’’ papar Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad. Memang rate SRBI tidak berarti akan sepenuhnya menyamai reverse repo. Profil pembeli yang lebih luas, besaran pajak serta kondisi likuiditas rupiah, akan mempengaruhi rate SRBI, tambah Emil.
Lelang SRBI perdana akan dilakukan Bank Indonesia pada 15 September 2023, yang selanjutnya akan digelar setiap Rabu dan Jumat untuk tenor enam, sembilan dan 12 bulan. Bank sentral akan menjadikan SRBI sebagai instrumen operasi moneter menggantikan reverse repo (RR) SBN dengan tenor yang sama, namun dengan pola yang sedikit berbeda. Bila RR SBN hanya boleh dibeli oleh perbankan, maka SRBI bisa dibeli oleh semua investor yang berminat.
Hingga saat ini untuk menyerap likuditas jangka pendek, di pasar uang telah tersedia instrumen time deposit, SBN tenor pasar uang dan juga JIBOR. Kehadiran SRBI akan membuat kompetisi di pasar surat utang jangka pendek semakin ketat, karenanya sangat penting bagi otoritas moneter untuk memastikan peluncuran instrumen baru ini dilakukan dengan mulus.
Apalagi tahun depan total SBN neto yang akan diterbitkan pemerintah akan naik menjadi sekitar Rp666,4 triliun, naik dari asumsi tahun ini sebesar Rp362,9 triliun. SRBI sendiri akan menggunakan SBN yang dimiliki bank sentral sebagai underlying asset. Total SBN yang dimiliki BI secara gros saat ini mencapai Rp1.360,9 triliun.
‘’Kami menilai dampak SRBI akan lebih dirasakan oleh SBN tenor pasar uang di bawah satu tahun dan SBN tenor pendek yang masih memiliki yield di bawah suku bunga RR BI tenor enam hingga 12 bulan,’’ kata Emil. Namun secara keseluruhan, kami menilai pasar obligasi cukup menarik hingga tahun depan, di tengah ekspektasi penurunan suku bunga global yang akan diikuti dengan turunnya bunga acuan domestik, tambahnya.
Sumber IFG