PT Semen Padang yang merupakan anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) melepas 7.000 ikan bilih hasil pembudidayaan di area konservasi Kehati PT Semen Padang ke habitat aslinya yaitu Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Pelepasan ikan bilih dilakukan dua kali, sebanyak 4.000 ekor telah dilepaskan pada Maret 2022 dan 3.000 ekor ikan bilih dilepaskan pada Sabtu (30/7/2022).
Pelepasan ikan bilih pada Sabtu, 30 Juli 2022, dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumatra Barat, Audy Joinaldy bersama Direktur Utama SIG, Donny Arsal, Direktur Operasi SIG, Yosviandri, Direktur Bisnis dan Pemasaran SIG, Aulia Mulki Oemar, Komisaris PT Semen Padang, Werry Darta Taifur dan Khairul Jasmi, Direktur Utama PT Semen Padang, Asri Mukhtar serta Rektor Universitas Bung Hatta Tafdil Husni.
Ikan Bilih merupakan ikan endemik khas Danau Singkarak yang terancam punah. Populasinya saat ini sangat terbatas akibat eksplorasi besar-besaran menggunakan metode yang sangat merugikan masyarakat.
PT Semen Padang menjadi yang pertama berhasil mengembangbiakkan diluar habitat asli ikan bilih dengan menggunakan beberapa teknologi yakni alami, semi alami dan buatan. Pengembangbiakan dilakukan di laboratorium penelitian di area D1 PT Semen Padang.
Direktur Utama SIG, Donny Arsal mengatakan bahwa Ikan bilih ini merupakan hasil konservasi yang dilakukan oleh PT Semen Padang bekerja sama dengan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Bung Hatta (UBH) di Area Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) milik PT Semen Padang sejak Juli 2018.
“Konservasi ikan bilih ini merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, khususnya ikan bilih Danau Singkarak jenis Mystacoleucus Padangensis dansatu-satunya di dunia yang terancam punah akibat ekploitasi,” kata Donny Arsal.
Donny Arsal menyampaikan, konservasi yang dilakukan cukup efektif dalam menjaga kelestarian ikan bilih, namun kami berharap konservasi ikan bilih yang dilakukan perusahaan diimbangi dengan pembatasan penggunaan bagan dan sebagainya. “Melihat tingkat keberhasilan yang tinggi, upaya konservasi ini perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi serta dapat menjadi edukasi bagi masyarakat tentang pembudidayaan ikan bilih di luar habitatnya,” kata Donny Arsal.
Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengapresiasi upaya pelestarian ikan Bilih yang dilakukan oleh SIG bersama LPPM UBH. Menurutnya konservasi ikan bilih di luar habitatnya tidak mudah dilakukan, banyak kegagalan dan keberhasilannya sangat kecil. “Bahkan pada tahun 2020, status ikan bilih dinyatakan hampir punah. Harusnya, dengan status yang hampir punah, ikan bilih ini harus lebih mahal dibandingkan ikan salmon di restoran Jepang,” kata Audy Joinaldy.
Sementara itu Rektor UBH, Tafdil Husni mengatakan, keterlibatan UBH dalam konservasi ikan bilih merupakan suatu bentuk kontribusi UBH melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) yang didukung oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Apalagi, status ikan bilih Danau Singkarak pada tahun 2020 menuju kepunahan.
Menurut Tafdil Husni, hasil dari penebaran ikan bilih dinilai akan luar biasa terhadap ekonomi nelayan bilih Danau Singkarak. Sebagai contoh, dari 1.500 ekor ikan bilih yang disebar dan didalamnya ada 800 ekor betina, maka masing-masing betina akan mempunyai 3.000 telur. Jika dikalkulasikan, maka jumlahnya akan ada 2,4 juta ekor ikan bilih yang akan berkembang biak. Kemudian, untuk 1 juta ekor ikan bilih, sama dengan 5.000 kg. “Sekarang ini harga ikan bilih Rp50 ribu. Kalau kita perhitungkan lagi dalam setahun, maka jumlahnya bisa mencapai Rp250 juta. Ini untuk 1 juta ekor ikan yang dihasilkan dari 800 ikan bilih betina yang disebar hari ini. Apalagi kalau hitungan kertasnya 2,4 juta, tentu hasilnya ada sekitar Rp600 juta per tahun. Makanya, mari sama-sama kita jaga kelestarian ikan bilih ini, supaya bisa berkembang dengan baik di habitat aslinya ini,” jelas Tafdil Husni.
sumber SIG