Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan lifting migas tahun ini berpotensi tak mencapai target yang ditetapkan.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengungkapkan entry point yang rendah di awal tahun ini akibat rendahnya produksi jelang akhir tahun 2020, membuat target sulit terkejar. “Kita coba untuk fill the gap, agak berat. Outlook (akhir tahun) total migas sekitar 97%-98%,” ungkap Julius
Julius melanjutkan, dengan sisa waktu sekitar 6 bulan maka pihaknya bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tetap berupaya mengejar target lifting untuk tahun ini.
Asal tahu saja, untuk tahun ini lifting migas dalam APBN 2021 ditargetkan sebesar 1.711,78 MBOEPD. Estimasi tidak tercapainya lifting migas sebelumnya juga pernah diutarakan oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Dwi Soetjipto mengungkapkan lifting migas di tahun ini diprediksi bakal mencapai 1.669 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) atau lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 sebesar 1.711,78 MBOEPD.
Dwi menjelaskan merujuk raihan di kuartal I 2021 masih terjadi tekanan pada produksi migas di sisi lain juga terjadinya unplanned shutdown serta mundurnya eksekusi pemboran. “Juga mundurnya (jadwal) onstream beberapa lapangan sehingga total berkurang 25 ribu barel per hari (bph) dan gas 99 MMSCFD dari target yang telah kita canangkan,” ungkap Dwi.
Merujuk laman resmi SKK Migas, hingga 31 Mei 2021 produksi minyak bumi mencapai 670,1 million barel oil per day (mbopd), produksi gas bumi sebesar 6.667 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Adapun, total produksi migas mencapai 1.841 MBOEPD.
Julius mengungkapkan sejumlah upaya demi mengejar target produksi tahun ini yakni dengan menambah jumlah pengeboran sumur pengembangan dan melakukan percepatan. “Juga berusaha percepat first gas dan oil dari proyek-proyek yang ada. Optimasi planned shutdown atau maintenance,” kata Julius.
Tercatat, realisasi proyek hulu migas yang telah onstream sebanyak 7 proyek atau 58,3% dari target. Asal tahu saja, untuk tahun ini ditargetkan ada 12 proyek hulu migas yang dapat onstream alias beroperasi.
Investasi pada ketujuh proyek tersebut sebesar US$ 1,457 miliar atau setara Rp 21,12 triliun dan memberikan tambahan produksi minyak sebesar 9.850 Barrel Oil Per Day (BOPD) dan gas sebesar 474,5 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
Tujuh proyek yang sudah onstream yakni EPF Belato2 Seleraya Merangin Dua, EOR Jirak Pertamina EP, KLD PHE ONWJ, Gas Supply to RU-V Pertamina Hulu Mahakam, West Pangkah Saka Indonesia Pangkah Ltd, Merakes Eni East Sepinggan dan North Area Jindi South Jambi Block B.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengungkapkan kondisi iklim hulu migas memang masih dalam ketidakpastian akibat pandemi covid-19.
Moshe mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir memang terjadi fluktuasi harga minyak khususnya brent yang berada di atas US$ 70 per barel. Kendati demikian, kondisi ini turut menimbulkan pertanyaan akan sampai berapa lama kondisi ini bertahan.
Di tengah situasi tersebut, upaya pengembangan lapangan migas juga dinilai masih menemui tantangan. “Untuk kondisi lapangan yang sudah tua (situasi di hampir semua lapangan di Indonesia) tidak mudah, untuk menjaga tingkat produksi perlu well service & maintenance dan work over,” kata Moshe kepada Kontan.co.id, Senin (12/7).
Sementara itu, demi meningkatkan produksi maupun menahan laju penurunan produksi maka dibutuhkan investasi teknologi tambahan seperti Enchanced Oil Recovery (EOR) serta pengeboran sumur pengembangan baru. “Dengan kondisi global yang tidak menentu saat ini investor atau KKKS masih menahan diri,” pungkas Moshe.
Sumber Kontan, edit koranbumn