Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi otoritas pajak mengejar penerimaan negara. Corona virus disease 2019 (Covid-19) begitu terasa terhadap perekonomian, sehingga membuat pos penerimaan pajak paik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN) kontraksi.
Meski demikian, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah mengatur strategi untuk pencapaian target penerimaan pajak tahun ini. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo bilang tahun 2020 merupakan bagian dari rencana strategis 2020-2014.
Secara garis besar, rencana strategis DJP ditunjukan untuk terciptanya penerimaan pajak yang optimal, yaitu melalui perluasan basis pajak dan tetap berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional.
“DPJ tetap memetakan dan melakukan pengawasan pembayaran masa untuk memastikan bahwa tidak terjadi upaya tax avoidance, moral hazard di tengah kondisi pandemi Covid-19,” kata Suryo, Rabu (22/4).
Sayangnya perluasan basis pajak belum terbukti optimal. Sebagai gambaran, realisasi penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT) sampai dengan 21 April 2020 sebanyak 9,72 juta SPT, turun 16,2% dibandingkan pencapaian periode sama tahun sebelumnya sejumlah 11,6 juta SPT.
Tren penurunan ini terjadi di semua SPT. Pada periode sama, untuk wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) hanya mencapai 371.245 SPT, turun 2,8% dari pencapaian sampai 21 April 2019 lalu yakini 382.260 SPT.
Begitu pula dengan realisasi SPT Badan sebagai basis penerimaan pajak terbanyak yang hanya menyampaikan 9,3 SPT, turun 7,9 dibanding periode sama tahun lalu sejumlah 10,1 SPT.
Tampaknya, Ditjen Pajak harus berlari kencang mengejar realisasi SPT, sebab batas akhir penyampaian SPT Tahunan baik bagi WP OP dan WP Badan paling lama tanggal 30 April 2020.
Sebagai catatan, Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak sepanjang kuartal I-2020 sebesar Rp 241,6 triliun, kontraksi 2,5% bila dibandingkan realisasi sama tahun lalu senilai Rp 247,7 triliun.
Adapun pencapaian Januari-Maret 2020 sudah menyumbang 14,7% dari target akhir tahun sebanyak Rp 1.642,6 triliun.
Nah di tahun depan, Suryo menyampaikan strategi 2021 melalui rerluasan basis pajak akan ditempuh melalui dua hal. Pertama, peningkatan kepatuhan sukarela WP yang tinggi. Kedua, pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Menurut Dirjen Pajak, strategi perpajakan juga diarahkan untuk mendorong kemudahan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian nasional, yaitu antara lain melalui.
Terobosan di bidang regulasi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), fasilitas perpajakan melalui pemberian insentif, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT.
Kendati begitu, tampaknya titik balik penerimaan pajak masih jauh. Perppu Nomor 1/2020 akan menurunkan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% pada 2020-2021, kemudian 20% pada 2021. Belum lasi bonus tambahan 3% pagi perusahaan terbuka yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Lalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengkaji bahwa akibat relaksasi PPh Badan, produk domestik bruto (PDB) bakal berkurang 0,11% pada 2021. Ini bau bisa pulih pada 2022, pun masih tipis dengan penambahan PDB hanya 0,02%.
Barulah nanti tahun 2030 relaksasi PPh Badan bisa memberikan pertumbuhan PDB sebanyak 1,09%. Informasi saja, relaksasi pajak korporasi ini sebelumnya diusulkan pada RUU Omnibus Law Perpajakan.
Sumber Kontan, edit koranbumn