PT Timah Tbk (TINS) optimistis target produksi tahun ini bakal tercapai. Emiten pelat merah ini menargetkan produksi logam timah sebanyak 33.000 ton.
Salah satu strategi untuk mengejar target produksi adalah dengan melakukan penambahan armada laut. TINS telah menambah satu unit kapal hisap dengan nilai investasi sekitar Rp 60 miliar. Selain itu, TINS juga menambah lima unit kapal hisap dengan skema kemitraan. Sehingga, saat ini total ada 50 unit kapal hisap dan 3 unit kapal keruk yang beroperasi.
Sebagai gambaran, kinerja operasional TINS mengalami koreksi sepanjang kuartal pertama 2022. Emiten pelat merah ini mencatat penurunan volume produksi dan penjualan sepanjang tiga bulan pertama 2022.
Produksi bijih timah pada kuartal pertama 2022 tercatat sebesar 4.508 ton atau turun 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.037 ton. Dari jumlah tersebut 35% atau sebanyak 1.583 ton berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 65% atau 2.925 ton berasal dari penambangan laut.
Adapun produksi logam timah pada kuartal pertama 2022 juga menurun sebesar 8% menjadi 4.820 metrik ton. Sebagai perbandingan, realisasi produksi logam timah di periode kuartal pertama 2021 mencapai 5.220 metrik ton.
Penjualan logam timah milik TINS juga menurun. Tercatat, emiten pelat merah ini membukukan volume penjualan sebesar 5.703 metrik ton atau terkoreksi sebesar 4% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 5.912 metrik ton.
Direktur Utama PT Timah Achmad Ardianto menjabarkan, terdapat sejumlah faktor yang membuat produksi TINS menurun. Pertama, cadangan komposisi kebanyakan berada di laut. Sehingga penguatan armada di laut menjadi kunci dan sedang dilakukan oleh TINS dengan melakukan penambahan kapal hisap tersebut.
Kedua, pada akhir 2021, ada beberapa kapal yang masuk dock (galangan). Sehingga, sepanjang periode Januari sampai Maret 2022 kapal-kapal ini tidak bisa langsung beroperasi. Ketiga, penambangan di darat (khususnya kawasan alluvial) sudah cukup sulit.
”TINS mengejar target 33.000 ton, kami akan kejar target ini dengan armada baru ini, karena sebenarnya kapasitas kami bisa 5.000 ton sebulan,” terang Ardianto saat ditemui di Jakarta, Rabu (25/5).
Dalam kesempatan yang sama, pria yang akrab disapa Didi ini menyampaikan kemajuan sejumlah proyek TINS, salah satunya smelter ausmelt. Hingga saat ini, kemajuan ausmelt milik TINS sudah mencapai 93%. Dia menyebut, saat ini proses sudah sampai pada commissioning peralatan dan sudah dilakukan self running.
“Dari sisi teknikal sebenarnya tidak ada masalah. Operasional ditargetkan pada semester kedua 2022, namun kami kejar di kuartal ketiga 2022,” sambung dia.
Alwin Albar, Direktur Pengembangan Usaha PT Timah menyebut, smelter ini memiliki kapasitas 40.000 ton per tahun. Tingkat utilisasi akan mencapai 50% dari kapasitas pada tahun pertama. Pada tahun kedua, tingkat utilisasi akan bertambah menjadi 75%. “Full kapasitas pada tahun ketiga,” terang Alwin di kesempatan yang sama.
Larangan ekspor timah
Terkait larangan ekspor timah, Ardianto menyambut positif wacana pemerintah ini. Dia mengatakan, pastinya wacana ini digulirkan dengan maksud menjaga kedaulatan sumber daya. Dalam hal ini, TINS sebagai badan usaha milik negara (BUMN) mendukung penuh wacana ini
“Bentuk dukungan kami yakni dengan menyiapkan tahapan-tahapannya, tentu menghentikan ekspor timah maksudnya adalah untuk shifting ke hilirisasi di dalam negeri. Ini tujuan yang mulia karena memberikan value added yang luar biasa bagi kita,” aku Ardianto.
Dia menilai, dampak pelarangan ini terhadap kinerja internal TINS akan tergantung sejauh mana ketepatan tahapan hilirisasi. Jika tahapannya tepat, dia menilai wacana ini tidak perlu dikhawatirkan,
Toh, timah yang dijual ke pasar ekspor adalah logam yang sudah diolah dan dimurnikan, yang kemurniannya sudah mencapai 99,9% sn.
Sumber Kontan, edit koranbumn