Indonesia mencatat sejarah baru dengan telah diluncurkannya Satelit Nusantara Tiga atau yang juga disebut Satelit Republik Indonesia (Satria) dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS). Satelit ini menjadi satelit multifungsi terbesar di Asia dan nomor enam di dunia dengan kapasitas 150 Gbps.
PT Surveyor Indonesia (PTSI) menjadi satu-satunya pengawas independen dari BUMN dalam proyek satelit milik pemerintah tersebut. Direktur Utama Surveyor Indonesia M Haris Witjaksono mengatakan peluncuran Satria akan meningkatkan jangkauan layanan internet pemerintah di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar dengan fokus layanannya di bidang pendidikan, kesehatan, pemerintah daerah, dan kepolisian.
“Ini merupakan upaya Surveyor Indonesia dalam mendukung perkembangan infrastrktur Indonesia, khususnya di sektor telekomunikasi,” ujar Haris dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Haris menyampaikan PTSI ditunjuk sebagai Konsultan Pengawas Independen (KPI) oleh Kominfo BAKTI dan PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) untuk melakukan pengawasan Proyek Satelit Multifungsi Pemerintah (Satria-1) mulai dari tahap desain, pembangunan, serta operasional. Anggota holding BUMN survei (ID Survey) ini mempunyai fungsi memantau, mengontrol dan menyelaraskan pengadaan satelit multiple spotbeams Ka band HTS termasuk 11 Gateway Hub dan terminal referensi beserta pendukungnya untuk mencapai hasil proyek yang maksimal, efisien dan tepat waktu mulai dari peluncuran yang mencakup desain, fabrikasi, pengujian hingga Komersial layanan (COD).
“Termasuk melihat keselarasan kegiatan yang dilakukan oleh PT SNT dengan Perjanjian Kerja Sama Proyek KPBU untuk Penyediaan Satelit Multifungsi Pemerintah antara Kominfo dengan SNT sesuai perjanjian kerja sama,” lanjut Haris.
Haris mengatakan PTSI berkonsorsium dengan konsultan asing asal AS yaitu Hise Inc, yang memang paham dan mengerti di bidang Space Segment Satellite dan teknologi Satelit yang digunakan saat ini yaitu High Throughput Satellite (HTS). PTSI, lanjut Haris, mendapatkan kontrak untuk terlibat dalam proyek Satria ini sejak 2020 dan akan berakhir hingga dua tahun pasca Satria beroperasi.
“Satelit ini ditargetkan mulai melayani internet di Indonesia antara akhir 2023 hingga awal 2024,” ucap Haris.
Haris mengatakan PTSI sebagai pengawas independen berkomitmen membantu pemerintah dan PT SNT untuk meningkatkan kualitas layanan publik serta berkontribusi terhadap perkembangan infrastruktur digital melalui pemerataan konektivitas di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Haris, pemerataan ini memberikan koneksi terhadap lebih kurang 150 ribu titik layanan publik yang mencakup didalamnya 93.900 titik sekolah, 47.900 titik kantor desa/kelurahan/kecamatan, 3.700 titik puskesmas, rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya, 3.900 titik kantor administrasi pertahanan dan keamanan, serta wilayah pemerintahan yang tidak terkoneksi dengan satelit existing atau infrastruktur telekomunikasi terestrial.
Haris menjelaskan satelit yang diproduksi perusahaan manufaktur antariksa Perancis, Thales Alenia Space (TAS) berlangsung dari September 2020 hingga Mei 2023. Satelit Satria, Haris katakan. memiliki kapasitas 150 Gbps dan akan menjadi satelit pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Very High-Throughput Satellite (VHTS) dan frekuensi Ka-Band.
“Satelit ini juga diperkuat dengan 116 Spot Beam sehingga layanan internet dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia,” lanjut Haris.
Pasca diluncurkan ke luar angkasa pada 18 Juni 2023, lanjut Haris, Satelit Satria membutuhkan waktu empat hingga lima bulan proses orbit raising untuk sampai dan menempati slot 146 derajat Bujur Timur (BT) yang tepat berada di atas Papua, Indonesia. Dalam orbit raising, satelit memakai teknologi Electric Propulsion yang memanfaatkan pendorong elektrik untuk mendukung pergerakan sehingga dapat menghemat penggunaan bahan bakar serta memperpanjang usia pakai satelit.
Setelah berada di 146 derajat BT, sambung Haris, akan dilakukan In-Orbit Testing untuk memastikan perangkat Satelit SATRIA berfungsi dengan normal pasca peluncuran.
“Tahapan ini diperkirakan memakan waktu tiga minggu. Tahapan selanjutnya menjalankan In-Orbit Acceptance Review (IOAR). Peninjauan IOAR akan dilaksanakan pada pekan pertama Desember 2023,” kata Haris.
Sumber Republika, edit koranbumn