Emiten kontruksi PT Jasa Marga (Persero) Tbk. tak terlalu bernafsu menambah ruas tol baru pada tahun ini. Perusahaan akan lebih berfokus untuk menyelesaikan sejumlah ruas tol yang belum rampung.
Corporate Finance Group Head Jasa Marga Eka Setya Adrianto menyatakan penambahan ruas tol baru akan bergantung pada proses lelang oleh pemerintah.
“Masih belum ada rencana, tender saja belum, nanti kalau kami memang mendapatkan ruasnya, baru kami update lagi. Tentunya, Jasa Marga akan menambah panjang jalan, namun dengan tetap menjaga kinerja keuangan perusahaan tetap solid,” kata Eka Setya Adrianto.
Pada tahun ini perseroan akan lebih berfokus pada penyelesaian sejumlah ruas yang dimiliki. Dari 20 ruas yang dimiliki, terdapat lima ruas yang belum rampung, yakni ruas Cengkareng-Kunciran, Cinere-Serpong, Manado-Bitung, Probolinggo-Banyuwangi, dan Jakarta-Cikampek Selatan.
Dia memaparkan ruas Probolinggo-Banyuwangi saat ini masih dalam tahap pembebasan lahan. Adapun, dalam pengerjaan ruas Jakarta-Cikampek Selatan, satu dari tiga seksi yang ada dalam ruas itu sudah memulai fase konstruksi.
Eka mengemukakan nilai investasi untuk penyelesaian ruas-ruas itu akan bergantung pada waktu penyelesaian proyek. Jika semua proyek selesai tepat waktu, nilai kebutuhan investasinya mencapai sekitar Rp20 triliun.
Kebutuhan dana ini, imbuhnya, juga termasuk kebutuhan pembayaran untuk ruas Jakarta-Cikampek II (Elevated). Meski tol tersebut telah beroperasi sejak akhir 2019, pembayaran proyeknya baru akan dilakukan pada 2020.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi ini, perseroan sudah mengantongi pinjaman dari bank melalui tia-tiap anak usaha terkait. Total fasilitas pinjaman tersebut telah memenuhi sekitar 70 persen dari investasi yang dibutuhkan.
Sementara itu, Jasa Marga sebagai induk perusahaan akan menggalang dana untuk memenuhi sisa kebutuhan dana. Dana ini nantinya akan disuntikkan sebagai tambahan penyertaan modal kepada anak usaha agar ekuitasnya meningkat.
Meski begitu, penggalangan dana pada tahun ini tidak hanya ditujukan untuk penyelesaian ruas yang sudah dimiliki. Dana segar juga akan digunakan dalam menunjang kebutuhan investasi lainnya, sesuai dengan kebutuhan perseroan.
“Jadi tidak secara spesifik penggalangan dana akan digunakan untuk setoran modal tersebut, karena pendanaan kita pool of fund. Jadi, setiap penerbitan tidak spesifik untuk apa, tapi lebih ke segala kebutuhan perusahaan,” katanya.
Hingga saat ini, lanjutnya, perseroan masih mengkaji beberapa pilihan skema pendanaan. Penerbitan obligasi, pinjaman bank, dan kontrak investasi kolektif efek beragun aset atau KIK-EBA adalah beberapa alternatif skema yang dipertimbangkan.
“Sekitar 70 persennya sudah secure dari bank di level anak usaha, tinggal di-drawdown pada saatnya proyek selesai, sementara kami mempersiapkan porsi ekuitasnya. Pinjaman bank, obligasi, KIK-EBA, dan Dinfra semua bisa jadi opsi,” tuturnya.
Skema lain yang juga akan didorong oleh Jasa Marga pada tahun ini adalah penerbitan step up coupon bond. Perseroan akan menerbitkan instrumen itu melalui anak usaha yang sudah beroperasi. Namun, perseroan belum memutuskan anak usaha mana yang akan ditunjuk untuk menerbitkannya.
Sejauh ini, menurutnya pengelola Tol Bali dan Tol Pasuruan menjadi dua anak usaha yang paling mungkin menerbitkan instrumen ini. Proporsi utang kedua perusahaan in itidak terlalu besar sehingga dinilai cocok untuk mendorong produk pendaan baru.
Adapun, besaran pinjamannya akan disesuaikan dengan jumlah pinjaman eksisting saat ini. Korporasi pengelola jalan tol terbesar di Indonesia menarget instrumen baru ini dapat diterbitkan paling lambat sebelum semester I/2020 berakhir.
“Kalau dari sisi sisi keuangan, fokus utama kami saat ini adalah membuat masing-masing anak perusahaan sustain di awal pengoperasian jalan tol melalui produk-produk keuangan yang akan kami terbitkan nanti,” jelasnya.
Direktur Pengembangan Bisnis Jasa Marga Adrian Priohutomo mengatakan sedikitnya terdapat lima ruas tol yang tengah dibidik perseroan. Ruas-ruas yang dimaksud adaah Solo-Yogyakarta-NYIA sepanjang km, Gedebage-Tasikmalaya, Tasikmalaya Cilacap, Akses Patimban, dan Yogyakarta-Bawen.
Seluruh ruas tersebut ditarget mulai beroperasi mulai 2024, keculai ruas Yogyakarta Bawen yang akan ditarget beroperasi mulai 2023. Total investasi yang dibutuhkan untuk seluruh ruas itu mencapai sekitar Rp104,84 triliun.
Kendala Leverage
Rencana ekspansi ruas tol baru oleh PT Jasa Marga (Persero) dinilai dapat
terganjal tingginya tingkat leverage perseroan yang membatasi
ruang gerak perseroan dalam melakukan modifikasi keuangan.
Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan mengatakan bahwa Jasa Marga sudah memaksimalkan potensi pendanaan dari pinjaman bank dan obligasi.
Menurutnya, hal ini membuat ruang gerak perseroan untuk menambah liabilitas cukup terbatas. Kondisi ini juga terlihat dari tingkat debt to equity ratio (DER) perseroan yang telah mencapai kisaran 4 kali.
Di sisi lain, skema sekuritisasi atau monetisasi pendapatan dari ruas-ruas tol yang dimiliki Jasa Marga diniliai tidak dapat memenuhi kebutuhan pendanaan. Pasalnya, tidak semua ruas tol milik perseroan sudah mature dan memiliki tingkat profitabilitas tinggi.
“Jasa Marga sudah mulai ada keterbatasan. Karena leverage sudah maksimal, sementara sekuritisasi aset juga kemungkinan bisa dibilang sudah mentok, ini kemungkinan akan menjadi tantangan bagi Jasa Marga ke depan,” ujarnya.
Dia mengatakan salah satu solusi bagi perseroan adalah menjual kepemilikan asetnya atau melakukan divestasi. Rencana bundling kepemilkan Tol Trans Jawa dan melepas kepemilikannya melalui pasar saham menurutnya menjadi salah satu opsi menarik.
Di luar itu, dia mengatakan bahwa Jasa Marga juga perlu mendapatkan suntikan penyertaan modal negara (PMN) kembali. Pemerintah dianggap perlu melakukan hal ini seiring dengan tingginya beban penugasan yang diberikan kepada perusahaan. Terlebih, dalam 5 tahun terakhir, suntikan modal dari pemerintah relatif minim.
Rendahnya suntikan PMN dinilai turut membuat kepercayaan investor terhadap Jasa Marga menyusut. Hal ini terlihat dari pergerakan harga saham Jasa Marga cenderung volatil dalam beberapa tahun terakhir.
Kepercayaan investor juga tergerus sejalan dengan meningkatnya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah. Contohnya, dalam kenaikan tarif tol yang diamanatkan per 2 tahun sekali, nyatanya bisa berubah karena campur tangan pemerintah.
Kondisi ini, secara umum juga dianggap terjadi pada hampir semua badan usaha milik negara (BUMN) yang melantai di Bursa Efek Indonesia. Campur tangan pemerintah acap menurunkan kepastian bisnis BUMN di mata investor.
Dengan berbagai faktor tersebut, Alfred memberikan rekomendasi hold untuk saham JSMR, dengan target harga Rp5.000 per saham.
Pada penutupan perdagangan Jumat (21/2/2020), saham JSMR ditutup melemah 0,99 persen ke level Rp5.000. Adapun, pada perdagangan hari ini, Selasa (25/2/2020) pukul 11:38 WIB, harga saham berada di level Rp4.960.
Sumber Bisnis, edit koranbumn