Jika kita melirik budaya ‘ngeteh’ di Indonesia, sebenarnya tidak kalah pamor dengan budaya ‘ngopi’. Baik di rumah, di café dan di perkantoran.
“Kita bisa dengan mudah menemui masyarakat yang asyik menyeruput teh hangat atau menegak gelas-gelas es teh”, sebut Direktur PTPN IV Sucipto Prayitno, Rabu, 9 September 2020.
“Bahkan budaya ngeteh yang semakin menjadi trend belakangan ini, bahasa lifestyle: Ngeteh deh……, selesai masalah loe! Teh adalah eksotik, teh adalah cantik, teh adalah sejuk dan menenangkan”, ujar Sucipto Prayitno.
Ia juga menyebutkan jika ditelusuri lebih jauh lagi, Provinsi Sumatera Utara memiliki teh khasnya sendiri. Siapa yang tidak mengenal perkebunan teh Sidamanik, Bah Butong dan Tobasari milik PT Perkebunan Nusantara IV.
Sucipto Prayitno mengatakan, perkebunan teh milik PTPN IV ini dengan luas areal Hak Guna Usaha (HGU) 6.373,29 hektare, yang sekaligus bukan hanya sebagai unit produksi saja, tetapi sudah sebagai heritage perkebunan dan merupakan kebanggaan masyarakat Provinsi Sumatera Utara, khususnya masyarakat di Kabupaten Simalungun dan menjadi salah satu tujuan objek wisata bagi masyarakat hingga kini.
Kinerja operasional kebun teh PTPN IV sampai Agustus 2020 ini sudah melampaui 21,55% dibanding tahun lalu yang hanya 5.371 ton teh hitam.
“Hal ini karena kami telah melakukan perbaikan pemeliharaan tanaman dengan seri Gambung yang sudah mencapai 95%”, kata Sucipto Prayitno.
Saat ini harga jual rata-ratanya memang belum menggembirakan, sebaiknya untuk menutupi harga pokok dan mendapat margin, korporasi akan melakukan diversifikasi produk dan penjualan secara ritel, kata Sucipto Prayitno.
Versifikasi Produk
Board of Manajemen (BOM) PTPN IV merasa terpanggil untuk membangkitkan kembali keberadaan komoditi teh ini harus menghasilkan laba bagi perusahaan.
“Kebun teh PTPN IV harus bisa mandiri dan dapat melakukan penjualan secara ritel”, ujar Sucipto Prayitno.
Added value teh dalam bentuk teh hijau maupun teh hitam pangsa pasar ritelnya cukup tinggi untuk produk teh kemasan (ready to drink).