Prospek kinerja keuangan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) berpotensi tetap positif meski pandemi Covid-19 masih terus membayangi. Di sepanjang kuartal I-2020, kinerja BBTN belum memuaskan karena laba menurun 36,70% secara tahunan menjadi Rp 457 miliar dari Rp 723 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Tidak dipungkiri, permintaan kredit perumahan (KPR) non subsidi yang melandai sejak akhir tahun lalu, ditambah adanya pandemi Covid-19 makin membuat langkah BBTN untuk mencetak cuan jadi berat.
Lihat saja, di tiga bulan pertama tahun ini, pertumbuhan KPR non subsidi melambat 1,2% secara tahunan menjadi Rp 72,06 triliun. Sementara, KPR bersubsidi masih tumbuh sebesar 10,04% secara tahunan. Adapun total portofolio kredit perseroan tumbuh 4,6% secara tahunan menjadi Rp 252,25 triliun.
Jovent Muliadi Analis Indo Premier Sekuritas menilai hasil kinerja BBTN memang masih cenderung rendah, meski hingga Mei laba bersih BBTN berhasil naik bila dibandingkan dengan kuartal I-2020. Dalam riset, Jovent mencatat BBTN berhasil membukukan laba berisih Rp 515 miliar hingga Mei. Namun, perolehan tersebut masih menurun 49% secara tahunan dan menurun 79% secara bulanan.
Penurunan laba tersebut terjadi karena net interest income menurun 5% secara tahunan. Sementara, provisi atau biaya pencadangan meningkat 112% secara tahunan.
Namun, Jovent mengatakan pendapatan bunga bersih atawa net interest margin (NIM) BBTN cenderung stabil. Hingga Mei NIM BBTN berada di 3,1%. Angka tersebut cenderung stabil sejak kuartal I-2020. Jovent memproyeksikan NIM bisa bertumbuh ke 3,3% hingga akhir tahun. Proyeksi tersebut sama dengan NIM tahun lalu.
Penurunan kinerja sulit untuk dihindarkan di tahun ini karena kinerja BBTN diperburuk oleh meningkatnya kualitas kredit. Tercatat, non performing loan (NPL) gross meningkat dari 2,92% pada kuartal I-2019 menjadi 4,91% pada kuartal I-2020.
Pandemi juga semakin menambah jumlah restrukturisasi kredit. BTN memperkirakan restrukturisasi kredit mencapai Rp 68,03 triliun dari 399.173 debitur hingga 31 Desember 2020. Restrukturisasi kredit paling besar terjadi di Mei dengan jumlah Rp 12 triliun dan April sebesar Rp 14 triliun. Sementara, sejak Juni jumlah restrukturisasi kredit mulai menurun di Rp 5 triliun.
BBTN mengindikasikan 20% dari jumlah restrukturisasi berpotensi gagal bayar karena pendapatan tidak tetap dari debitur. Sementara, 80% debitur lain berpenghasilan tetap.
Meski tantangan berat menimpa, Nico Laurens Analis Panin Sekuritas mengatakan Capital Adequacy Ratio (CAR) atawa rasio kecukupan modal BBTN masih cukup untuk menjaga tekanan dalam jangka pendek hingga menengah. Tercatat di kuartal I-2020 CAR BBTN naik 111 basis poin dari 17,62% di kuartal I-2019 menjadi 18,73%.
Selain itu, kecukupan modal juga didukung oleh penerbitan obligasi berkelanjutan yang diluncurkan awal Juli senilai Rp 1,5 triliun.
Hingga akhir tahun Nico mengatakan segmen kredit dari properti masih akan menjadi pendorong kinerja BBTN. Maklum, segmen kredit tersebut memang berkontribusi besar sekitar 89,6%. Namun, bila pertumbuhan kredit dari segmen properti melambat, maka program Tapera bisa menjadi katalis positif pengganti.
Meski begitu, tidak dipungkiri Nico melihat BBTN kini tengah fokus memperbaiki kualitas aset dibandingkan pertumbuhan kredit. Untungnya, BBTN mendapat tambahan likuiditas dari penempatan uang negara sebesar Rp 5 triliun. “Penempatan dana pemerintah bisa memperkuat likuiditas karena funding cost tersebut murah.” kata Nico.
Di sisi lain, BBTN juga kembali memiliki ruang untuk memberikan kredit, bersamaan dengan posisi LDR (Loan to Deposits Ratio) perseroan yang Nico nilai cukup tinggi di 114,22% di kuartal I-2020.
Alasil, Nico memproyeksikan pertumbuhan kredit BBTN di tahun ini berada dalam rentang 0%-3%. Nico merekomendasikan hold untuk BBTN karena target harga Rp 1.300 per saham sudah sempat terlampaui. Kamis (23/7), harga saham BBTN menurun 0,78% menjadi Rp 1.295. per saham.
Sementara, Jovent merekomendasikan buy di target harga Rp 1.500 per saham. Kompak, Prasetya Gunadi Analis Bahana Sekuritas juga merekomendasikan buy di target harga Rp 1.700 per saham.
Sumber KOntan, edit koranbumn