Tidak hanya itu, kata Alfian, bagi perusahaan yang masih bergerak secara manual, konektivitas digital 5G membantu perusahaan untuk melakukan lompatan besar dalam bertransformasi digital.
“Konektivitas digital penting bagi perusahaan yang ingin bertrasformasi digital,” kata Alfian
Survei IDC 2021 yang berjudul Manufacturing Insight Survey 2021 memprediksimanufaktur di Indonesia akan makin fokus terhadap efiensi dan pertumbuhan pada 2024-2025.
Ketatnya persaingan bisnis mengakibatkan manufaktur Indonesia memprioritaskan kinerja, automatisasi, dan peluang baru dari perspektif inovasi produk dan model bisnis untuk tumbuh dan bersaing. teknologi ini juga dapat mendukung kebutuhan tersebut.
Alfian menjelaskan secara umum orientasi 5G dengan 4G berbeda. Teknologi 4G lebih berfokus pada manusia, sedangkan 5G fokus pada manusia dan mesin.
Sebagai gambaran, jaringan 4G memiliki latensi sekitar 100 milidetik. Bagi segmen ritel atau manusia, latensi setinggi itu tidak dibutuhkan. Kecepatan dan kestabilan jaringan adalah hal yang paling penting.
Sementara itu, bagi manufaktur, latensi setinggi itu – sebesar 100 milidetik – berisiko membuat produksi menjadi rusak dan berantakan. Automasi di pabrik pun kini masih menggunakan kabel karena jaringan seluler latensinya masih terlalu tinggi. Padahal, dengan kabel, gerak robot di manufaktur terbatas.
5G dapat menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut. 5G memiliki karakteristik latensi di bawah 1 miliidetik. Pencapaian tersebut memungkinkan 5G mengerjakan misi-misi penting seperti automasi manufaktur hingga operasi jarak jauh.
Tidak hanya itu, di saat 4G hanya dapat mendukung operasi ratusan ribu sensor, 5G dapat mendukung operasi jutaan sensor dalam jarak 1 kilometer persegi. Pencapaian itu membuat perusahaan dapat berhemat hingga 50 persen tergantung dari kondisi manufaktur.
“Mesin membutuhkan respona sangat cepat seperti IoT, Automasi kendaraan dan lain sebagainya. Respons cepat membantu untuk menjamin keselamatan,” kata Alfian.
Sumber Bisnis, edit koranbumn