PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk memprediksi potensi restrukturisasi kredit nasabah yang terdampak Covid-19 sebesar Rp 146,7 triliun pada tahun ini. Adapun hingga April 2020, perseroan mencatat telah memberikan relaksasi kredit kepada sekitar 103.447 debitur dengan nilai Rp 69 triliun.
Direktur Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BNI, Tambok P Setyawati mengatakan, restrukturisasi kredit dilakukan terbesar kepada debitur kecil dengan realisasi sebesar Rp 27,4 triliun atau 39,3 persen dari total resktrukturisasi hingga April 2020.
“Potensi restrukturisasi diperkirakan sebanyak 495.834 debitur, tetap berjalan dan akan tetap di-review karena kondisi di lapangan sangat cepat perubahannya. Dari asesmen tadi jumlah kredit yang direstrukturisasi senilai Rp 146,7 triliun,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (26/5).
Tambok memerinci mayoritas kredit yang mendapatkan relaksasi berasal dari segmen kecil senilai Rp 58,5 triliun kepada sekitar 245 ribu debitur. Sedangkan segmen korporasi dan menengah diperkirakan jumlah restrukturisasi kredit masing-masingnya mencapai Rp 51,2 triliun kepada 121 debitur dan Rp26 triliun kepada 814 debitur.
Restrukturisasi kredit kepada nasabah konsumer, menurut Tambok, akan mencapai Rp10,8 triliun kepada 249.443 debitur.
Jika berdasarkan sektor, Direktur Tresuri dan Internasional Putrama Wahju Setyawan menambahkan, restrukturisasi kredit didominasi oleh sektor perdagangan, restoran, dan hotel.
“Sektor terbesar yang terdampak adalah perdagangan, restoran, dan hotel, sebesar 38,4 persen atau Rp 26,8 triliun,” katanya.
Selain itu, sektor lainnya adalah perindustrian tercatat telah direstrukturisasi sebesar 18,4 persen atau Rp 12,8 triliun, serta sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi sebesar 16,2 persen atau Rp 11,3 triliun.
Putrama menjelaskan, restrukturisasi kredit kepada debitur tersebut mengacu pada stress test yang dilakukan perseroan secara berkala untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang diduga akan terdampak Covid-19. Metode stress test dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta melakukan quantitative assessment untuk mengetahui ketahanan kondisi debitur dengan beberapa asumsi, di antaranya penurunan volume penjualan dan harga pokok penjualan.
“BNI juga berupaya merumuskan beberapa kebijakan secara komprehensif untuk memitigasi moral hazard,” ucapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn