Napas emiten infrastruktur jalan tol kian pendek seiring menurunnya aktivitas kendaraan dengan adanya pembatasan sosial dalam memperlambat penyebaran virus corona.
Emiten yang berbisnis pengelolaan jalan tol mulai merasakan dampak social distancing atau pembatasan sosial. Baru sekitar sepekan diberlakukan, kepadatan lalu lintas di sejumlah ruas sudah menurun hingga lebih dari 20 persen.
Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Tbk. (JSMR) Agus Setiawan menuturkan selama seminggu terakhir penurunan telah terjadi di sejumlah ruas jalan tol yang dikelola perseroan. Adapun, besaran penurunannya bervariasi pada tiap-tiap ruas tol milik emiten berkode JSMR tersebut.
“Ruas jalan tol yang mengalami penurunan volume kendaraan paling signifikan, di antaranya ruas jalan tol Bali-Mandara, ruas jalan tol Bandara Sedyatmo dan juga jalan tol Kunciran—Serpong, dengan penurunan bervariasi di kisaran lebih dari 20 persen,” katanya
Tingkat volume lalu lintas kendaraan menjadi salah satu tolok ukur pendapatan utama perseroan. Dia menyebutkan penurunan yang terjadi diprediksi akan berdampak pada tingkat pendapatan Jasa Marga.
Dengan kondisi ini, dia menyebutkan pandemi virus corona atau Covid-19 hampir dipastikan akan membuat kinerja kuartal I/2020 tertekan cukup berat. Hal ini akan berimbas pada struktur anggaran perseroan pada tahun ini.
“Penurunan pendapatan tol membuat Jasa Marga harus mengkaji kembali struktur dan anggaran biaya, serta melakukan effisiensi di semua lini. Namun, tentu semua itu kami lakukan dengan tetap mempertahankan pemenuhan SPM [Standar Pelayanan Minimal] jalan tol yang diatur pemerintah,” jelasnya.
Perseroan tercatat sebagai perusahaan tol terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai sekitar 60 persen. Hingga kuartal III/2019, perseroan tercatat memiliki 1.527 km konsesi komersial jalan tol dengan 1.041 km di antaranya sudah beroperasi.
Hingga akhir September tahun lalu, pendapatan perseroan mencapai Rp7,96 triliun, meningkat 11,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018. Sekira 92 persen total pendapatan perseroan dihasilkan dari pendapatan tol baik dari level induk maupun anak usaha.
Perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 2007 ini tercatat tidak pernah mengalami penurunan pendapatan jalan tol sejak 1999. Terakhir kali perseroan mengalami penurunan pendapatan jalan tol terjadi pada 1998 saat Indonesia mengalami krisis moneter.
Kini, 22 tahun pascakrisi tersebut, perseroan berpotensi kembali mengecap pahitnya pendapatan yang menurun.
Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit membenarkan penurunan lalu lintas sudah terjadi dalam 2—3 pekan terakhir. Penurunan yang taki lain disebabkan bahkan disebutkan mencapai 10 persen—60 persen. Kendati demikian dia menyatakan kondisi ini masih dapat berubah dengan adanya sejumlah penyesuaian kebijakan.
“Dari informasi yang masuk, penurunan berkisar antara 10 persen—60 persen, berbeda-beda untuk berbagai ruas. Kami masih memantau terus karena DKI Jakarta menghapus Ganjil Genap, inisiatif WFH [work from home], dan protokol kesehatan pengemudi serta kebersihan kendaraan yang semakin baik. Masih sangat dinamis,” ujar Danang kepada Bisnis, Selasa (24/3/2020).
Penurunan pendapatan bisa semakin besar dengan potensi nihilnya aktivitas mudik pada lebaran tahun ini. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah benar-benar mengambil opsi pelarangan mudik untuk mencegah penyebaran pandemi virus corona. Namun, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan apakah opsi itu akan dikeluarkan dalam bentuk larangan atau imbauan semata.
Sumber Bisnis, edit koranbumn