Manajemen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) telah menyiapkan tiga pilar penting dalam program rencana penyehatan keuangan. Mulai dari penguatan bisnis inti hingga memacu diversifikasi.
Direktur Utama Krakatau Steel Purwono Widodo mengatakan bahwa perseroan memiliki tiga pilar utama dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK), yang telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada pekan lalu.
Pilar pertama adalah memperkuat bisnis inti Krakatau Steel yakni baja. Menurut Purwono, perseroan akan mempertahankan produksi baja sebagai bagian dari industri dengan tetap menghasilkan baja lembaran panas (HRC) dan lembaran dingin (CRC).
Pilar kedua merupakan pengembangan baja melalui subholding PT Krakatau Baja Konstruksi, yang telah menyediakan modul baja untuk proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, pembuatan jembatan, dan struktur baja lainnya.
Pilar ketiga adalah diversifikasi bisnis. Purwono menyatakan KRAS akan mengembangkan bisnis di luar industri baja sebagai penyeimbang ketika industri baja mengalami gejolak.
“Diversifikasi bisnis ini meliputi sektor-sektor seperti pelabuhan, pergudangan, bisnis air bersih, dan properti. Hal tersebut juga mengikuti tren global di mana perusahaan baja besar, seperti Nippon Steel dan Posco telah memperluas portofolio non-baja mereka,” ujar Purwono saat ditemui Bisnis di Gedung Graha CIMB Niaga, Jakarta, pekan lalu.
Dia menambahkan bahwa Krakatau Steel akan terus memacu inovasi di sektor downstream dengan membangun fasilitas workshop untuk proyek konstruksi baja.
“Dengan strategi tersebut, Krakatau Steel berupaya untuk menyeimbangkan bisnisnya dan menghadapi tantangan industri baja yang fluktuatif,” pungkasnya.
Di sisi lain, dalam RUPST yang digelar di Jakarta pada 5 September 2024, Krakatau Steel mengagendakan empat mata acar. Salah satu agenda penting yang dibahas dalam rapat tersebut adalah persetujuan atas usulan restrukturisasi perseroan.
Purwono menjelaskan bahwa pemegang saham telah menyetujui program RPK, salah satunya terkait skema restrukturisasi lanjutan dalam penyelesaian utang tranche A, B, dan C.
Sebagai konteks, perseroan dan 10 kreditur telah menyepakati perjanjian kredit restrukturisasi yang ditandatangani pada 30 September 2019. Dalam perjanjian tersebut, total utang yang direstrukturisasi mencapai US$1,94 miliar.
Dalam perjalanannya, Purwono menyampaikan bahwa perseroan telah membayar sebagian pokok utang dan bunga dengan nilai total sebesar US$509 juta. Pembayaran ini membuat utang perseroan kepada kreditur menjadi US$1,4 miliar.
“Jadi, US$1,4 miliar itu yang akan kami restart kembali, sehingga kami punya napas dan bisa menjaga bisnis perusahaan dalam jangka panjang,” ungkap Purwono.
Dia menambahkan bahwa hasil RUPST terkait dengan persetujuan restrukturisasi lanjutan akan segera dibahas dengan para kreditur sindikasi dalam waktu dekat. Adapun para kreditur tersebut adalah Bank Himpunan Milik Negara (Himbara) hingga bank swasta.
Sumber Bisnis Edit koranbumn