Menurut Lembaga Survey Indonesia (LSI), intoleransi di Indonesia di tahun 2017-2018 mengalami kenaikan yang cukup memprihatinkan. Survey yang melibatkan 1.500 responden laki-laki (50 persen) dan perempuan (50 persen) di 34 provinsi tersebut menyimpulkan bahwa potensi intoleransi meningkat ketimbang tahun sebelumnya.
Keberadaan Candi Prambanan dan Candi Sewu sebagai objek peninggalan sejarah dan budaya, bisa menjadi contoh dalam mewariskan sejarah toleransi antar agama dan budaya yang berbeda dalam masyarakat Indonesia. Gambaran kerukunan antar umat beragama tercermin dalam lingkungan candi yang masih dalam satu area.
Berjarak kurang lebih 800 meter di sisi utara, keberadaan Candi Sewu yang merupakan candi Budhha merupakan simbol kedekatan antar umat beragama masa lalu. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, Candi Sewu diduga merupakan Candi Budhha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama Budhha yang penting pada masa lalu. Selain dua candi tersebut terdapat beberapa candi lagi, seperti Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Gana. Dari lima candi itu, Candi Prambanan merupakan satu-satunya candi peninggalan agama Hindu. Sisanya adalah peninggalan Budhha. Hal ini mencerminkan toleransi dalam beragama.
Banyak yang meyakini bahwa Candi Sewu dan Candi Prambanan merupakan wilayah yang dahulu digunakan sebagai pusat di berbagai sektor kehidupan. Seperti penyebaran agama Hindu-Budhha, pusat politik dan kehidupan urban. Pendapat tersebut diperkuat oleh posisi Candi Prambanan dan Candi Sewu yang saling berdekatan yang membentang dari Lereng Gunung Merapi hingga ke perbatasan Klaten.
Mengunjungi Candi Sewu berarti juga mempelajari makna toleransi yang sudah ada di Indonesia sejak zaman Jawa kuno yang ditunjukkan oleh posisi candi yang saling berdekatan walaupun berbeda agama. Prambanan dengan Hindu sementara Candi Sewu dengan Budhha
Sumber InTWC / edit koranbumn.com