Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) berupaya mengonsolidasikan berbagai badan usaha milik negara (BUMN). Namun, bukannya berkurang, jumlahnya justru semakin bertambah.
Managing Director sekaligus Chief Economist Danantara Reza Yamora Siregar mengatakan, awalnya jumlah BUMN ada sekitar 700 sampai 800 perusahaan saat Danantara terbentuk.
Namun, kini jumlahnya malah bertambah menjadi sekitar 1.050 BUMN.
“Pada waktu kami datang, ada sekitar estimasi 700-800 BUMN. Setiap bulan kami analisa, kelihatannya makin lama makin banyak, sekarang estimasi kami sekitar hampir 1.050 BUMN,” ungkapnya dalam Seminar Nasional P3N 25 Lemhanas RI di Kantor Lemhanas, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dia menjelaskan, jumlah BUMN tersebut bukan hanya induk perusahaan, tapi mencakup pula anak, cucu, hingga cicit usaha.
Maka dari itu, Danantara tengah memetakan BUMN dengan seluruh lini bisnisnya agar mengetahui angka pasti dari keseluruhan jumlah BUMN.
“Jadi ada anaknya itu BUMN, ada cucunya, ada cicitnya, cicitnya itu ada cicit lagi,” kata Reza.
Menurutnya, dengan mengetahui secara pasti lini bisnis dan jumlah BUMN, maka Danantara bisa memetakan aset hingga liabilitas atau kewajiban yang perlu dibayarkan perusahaan tersebut.
Ia mencontohkan, seperti pada asuransi, terdapat 14 sampai 15 BUMN yang bergerak di sektor ini. Maka BUMN yang memiliki lini bisnis serupa dapat dikonsolidasikan.
“Kita mesti siapkan sinergi antara BUMN tadi. Misalnya, apakah kita membutuhkan 14-15 asuransi? Apakah tidak cukup dengan satu asuransi jiwa, satu asuransi umum, satu asuransi syariah saja?” ucap dia.
Kemudian di sektor infrastruktur, perlunya konsolidasi pada BUMN-BUMN karya, seperti Hutama Karya dengan Waskita Karya. Saat ini rencana penggabungan kedua BUMN karya ini masih berproses.
Reza menuturkan, jumlah BUMN yang mencapai ribuan tersebut tak lepas dari banyaknya BUMN menggarap bisnis di luar bisnis utama (core bisnis). Banyak perusahaan pelat merah punya usaha di bidang hotel, rumah sakit, bahkan properti.
“Banyak BUMN kita yang memiliki aktivitas yang di luar core bisnisnya mereka. Mereka punya hotel chain, punya rumah sakit, punya properti. Nah ini kita mesti sinergikan,” ungkapnya.
Konsolidasi berbagai BUMN pun terus dilakukan ke dalam klaster-klaster sesuai lini bisnis yang serupa. Danantara pun menargetkan total jumlah BUMN bisa dirampingkan menjadi hanya 200 perusahaan ke depannya.
“Setelah kita melakukan sinergi, kita memperkuat model bisnisnya. Kami ingin dari sekitar 1.000-an jadi sekitar 200. Tapi yang 200 ini harus powerfull BUMN, kompetitif yang mempunyai daya saing teknologi dan human resource yang memumpuni,” jelas Reza.
Sebelumnya, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria mengungkapkan Danantara menargetkan memangkas jumlah BUMN menjadi di bawah 200 perusahaan.
Konsolidasi BUMN-BUMN tersebut diyakini akan meningkatkan daya saing perusahaan pelat merah di sektornya masing-masing.
“Akan terjadi konsolidasi bisnis dari tadinya 888 perusahaan, kita harapkan nanti menjadi tinggal di bawah 200 perusahaan yang memang kokoh kuat,” ucapnya dalam acara IKA Fikom Unpad Executive di Jakarta, dikutip Jumat (18/6/2025).
Dony menyebut salah satu yang akan dikonsolidasi adalah 18 perusahaan sektor logistik yang mencakup BUMN dan anak usahanya, namun bisnisnya tidak cukup kompetitif.
Menurutnya, banyak BUMN yang memiliki lini bisnis logistik, baik itu di induk maupun anak usaha.
Beberapa di antaranya adalah Angkasa Pura Logistik, Pos Logistik Indonesia, Kereta Api Logistik, Pelindo Solusi Logistik (SPSL), Pelindo Logistik, dan Semen Indonesia Logistik.
“Yang tadinya logistiknya ada 18, nanti menjadi satu perusahaan logistik yang size-nya cukup besar, kompetitif, mampu bersaing. Kemudian juga memberikan nilai tambah yang signifikan buat Danantara,” kata Dony.
Sumber Kompas.com , edit koranbumn
















