Kinerja PT Waskita Karya Tbk (WSKT) pada semester I-2018 masih solid. Perusahaan konstruksi pelat merah ini pun dinilai dapat melanjutkan kinerja positifnya berkat nilai kontrak eksisting yang tergolong besar.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, WSKT mencatatkan pendapatan Rp 22,90 triliun. Nilai itu naik 47,3% dibanding periode yang sama tahun 2017. Sedangkan, laba bersih menanjak tajam 133,3% (yoy) menjadi Rp 2,99 triliun.
Kendati pendapatan dan laba bersihnya meningkat, nilai kontrak baru yang dicapai oleh WSKT pada periode Januari-Juni 2018 hanya Rp 7,65 triliun. Padahal, di semester I-2017, nilai kontrak baru WSKT capai Rp 32,47 triliun.
Namun, analis Samuel Sekuritas Indonesia Akhmad Nurcahyadi tidak mengkhawatirkan penurunan tersebut. Menurutnya, jauh lebih penting bagi WSKT untuk fokus mengeksekusi proyek berdasarkan kontrak yang ada.
Nilai kontrak yang ditangani WSKT per Juni 2018 memang jumbo, yakni Rp 97,64 triliun yang berasal dari sisa kontrak di tahun lalu dan tambahan kontrak baru tahun ini. Mayoritas kontrak yang dieksekusi WSKT merupakan proyek tol Trans Jawa dan Trans Sumatera. “Nilai kontrak yang tinggi lebih dari cukup untuk menjaga pertumbuhan laba bersih di tahun ini,” ungkap Akhmad dalam riset 25 Juli.
Sependapat, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan yakin penurunan kontrak baru tidak akan mempengaruhi kondisi keuangan WSKT di semester II. WSKT pun dinilai tidak perlu tergesa-gesa mengejar kontrak baru di tahun ini. Sebab, pada dasarnya penambahan kontrak baru kelak akan menjadi beban bagi perusahaan ketika masa eksekusi tiba.
Divestasi aset
Di samping itu, akan ada tiga ruas tol milik WSKT yang beroperasi di semester II-2018 yaitu tol Depok–Antasari seksi I, tol Ciawi–Sukabumi, dan sebagian ruas tol Pemalang– Batang. Alfred bilang, ketiga ruas tol tersebut belum dapat berpengaruh terhadap kinerja WSKT di tahun-tahun awal operasionalnya.
Namun, hal itu dinilai bukan menjadi masalah bagi WSKT. Sebab, tujuan emiten tersebut bukan untuk mengincar keuntungan dari operasional tol, melainkan jasa konstruksi dan penyedia bahan material.
Oleh karena itu, tak heran WSKT biasanya akan mendivestasikan ruas tol yang telah beroperasi. “WSKT mengincar capital gain atas penjualan jalan tolnya yang sudah jadi,” kata Alfred.
Sebagai pengingat, April lalu WSKT berhasil menjual tiga ruas tol yang dimiliki anak usahanya, PT Waskita Tol Trans Jawa lewat instrumen Reksadana Penyertaan Terbatas. WSKT juga menargetkan dapat menjual dua aset jalan tol lainnya, yakni tol Bekasi– Cawang–Kampung Melayu dan tol Kayu Agung–Palembang–Betung melalui skema one on one.
Akhmad turut mendukung upaya divestasi ini. Menurutnya, upaya tersebut dapat disebut sebagai strategi pendanaan yang variatif guna menyokong eksekusi kontrak yang dimiliki oleh WSKT.
Di luar hal itu, Analis Kresna Sekuritas, Andreas Kristo Saragih menilai, WSKT perlu mewaspadai jumlah utang yang dikoleksinya. Utang WSKT sendiri telah mencapai Rp 55,96 triliun per Juni 2018 atau melonjak 27,5% (ytd) dari posisi Desember 2017 sebesar Rp 43,90 triliun. Hasil ini menaikan gearing ratio perusahaan ke level 2,1 kali.
Ia berpendapat, WSKT harus lebih berhati-hati dalam meningkatkan utang baru. Terutama jika berkaca pada kondisi pasar saat ini.
Kendati demikian, ia tetap memperkirakan pendapatan WSKT melesat 19,3% menjadi Rp 53,92 triliun di akhir tahun nanti. Adapun laba bersihnya diramal melejit 38,9% menjadi Rp 5,39 triliun.
Andreas pun merekomendasikan beli saham WSKT dengan target Rp 3.300 per saham. Serupa, Alfred dan Akhmad juga menyarankan beli saham WSKT dengan target masing-masing Rp 3.190 dan Rp 3.250 per saham.
Simber Bisnis.com