PT Waskita Karya (Persero) Tbk. mengatur strategi untuk menyehatkan arus kas perseroan serta menjaga rasio utang di tengah sejumlah ekspansi yang dijalankan.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, arus kas dari aktivitas operasi Waskita Karya tercatat negatif pada rentang semester I/2014—Semester I/2018. Defisit tercatat merangkak naik dari 2014 hingga 2016 kemudian tergerus sampai akhir Juni 2018.
Dari sisi total liabilitas, tercatat jumlah yang dimiliki emiten berkode saham WSKT itu terus naik dari Rp6,78 triliun pada semester I/2014 menjadi Rp91,36 triliun pada semester I/2018. Sementara itu, ekuitas naik dari Rp2,34 triliun pada semester I/2014 menjadi Rp26,23 triliun pada semester I/2018.
Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan menjelaskan bahwa proyeksi penerimaan kas dari proyek turnkey mencapai Rp19 triliun sampai akhir 2018. Jumlah tersebut berasal dari proyek light rail transit (LRT) Palembang senilai Rp4 triliun dan jalan tol.
Haris mengatakan target utang berbunga berbanding ekuitas perseroan sampai dengan akhir tahun masih sesuai dengan kebijakan manajemen sebanyak 2 kali. Adapun, covenant berada di level 3 kali.
“Ada sedikit revisi dari target pencapaian 2018,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (23/7/2018).
Sampai berita ini diturunkan, dia belum membeberkan lebih lanjut mengenai revisi yang akan dilakukan. Menurut catatan Bisnis.com, WSKT menargetkan nilai kontrak baru Rp70 triliun dan laba bersih Rp5 triliun pada 2018.
Sebagai catatan, WSKT menargetkan nilai kontrak baru Rp70 triliun pada tahun ini. Dengan demikian, perseroan kontraktor pelat merah menargetkan dapat mengantongi laba bersih Rp5 triliun pada 2018.
Waskita Karya mengantongi pendapatan Rp22,89 triliun pada semester I/2018. Pencapaian itu naik 47,28% dari Rp15,54 triliun pada semester I/2017.
Sejalan dengan kenaikan pendapatan, beban pokok pendapatan WSKT inaik 41,32% secara tahunan pada semester I/2018. Tercatat, beban pokok pendapatan naik dari Rp12,85 triliun menjadi Rp18,17 triliun.
Laba kotor yang dibukukan kontraktor pelat merah tersebut senilai Rp4,72 triliun pada semester I/2018. Jumlah tersebut naik 75,81% dari periode sebelumnya Rp2,68 triliun.
Dengan demikian, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk WSKT tumbuh 133,26% secara tahunan pada semester I/2018. Perseroan membukukan kenaikan laba bersih dari Rp1,28 triliun menjadi Rp2,99 triliun.
Frankie Wijoyo Prasetio, Head of Equity Trading Phintraco Sekuritas Medan menilai liabilitas yang tinggi menjadi penyebab kinerja saham WSKT tertekan. Menurutnya, saat ini kontraktor pelat merah itu memiliki debt equity to ratio di level 3,5 kali.
“Dari angka DER ini kondisi keuangan tidak begitu bagus,” jelasnya.
Dia menilai saat ini merupakan waktu yang tepat bagi WSKT untuk mengerem ekspansi dan fokus membenahi utang. Apalagi, pemerintah tidak akan fokus ke infrastruktur pada 2019.
“WSKT perlu membenahi arus kas dengan memperlambat ekspansi dan menurunkan rasio utang,” paparnya.
Kendati demikian, Frankie menilai saat ini WSKT sudah mulai banyak menerima pembayaran dari pemerintah. Dalam waktu dekat, perseroan akan menerima pembayaran dari proyek light rail transit Rp4 triliun.
“Kalau dilihat tren arus kas WSKT sudah mulai membaik dalam tiga tahun belakangan ini,” imbuhnya.
Sumber Bisnis.com