Polemik utang Kereta Cepat Whoosh menjadi risiko guncangan keuangan bagi PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) yang terlibat dalam megaproyek yang menghubungkan Jakarta-Bandung tersebut.
WIKA yang merupakan emiten konstruksi pelat merah tengah menghadapi ancaman rugi jumbo hingga Rp5,01 triliun terkait dengan sengketa konstruksi.
Salah satu BUMN Karya tersebut memiliki dua peran dalam proyek Whoosh, yakni sebagai investor di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan porsi 32% saham atau senilai Rp6,1 triliun dan kontraktor lokal utama yang tergabung dalam konsorsium bersama sejumlah kontraktor China.
Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menjelaskan dalam kapasitasnya sebagai kontraktor, perseroan menangani sekitar 25% pekerjaan konstruksi, termasuk fondasi, timbunan dan galian tanah.
Namun, selama proses pembangunan, WIKA memiliki klaim atas cost overrun senilai Rp5,01 triliun. Klaim yang masuk piutang dalam penyelesaian kontrak (PDPK) itu tengah diajukan kepada PT Kereta Cepat Indonesia (KCIC).
KCIC selaku pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara China dan PSBI dengan kepemilikan saham mencapai 60%.
“Memang dari segi konstruksi pun kami rugi cukup besar juga. Kalau dispute ini tidak disetujui, tentu kami akan menelan kerugian cukup besar,” ucap Agung, Rabu (12/11/2025).
Adapun proses pengajuan klaim tengah berproses di Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Meski demikian, manajemen belum dapat menyimpulkan seberapa besar persentase keberhasilan atas sengketa tersebut.
Di sisi lain, WIKA juga mencatat kerugian operasional dari posisinya sebagai investor PSBI. Hal itu dikarenakan pendapatan tiket kereta cepat belum sesuai proyeksi awal, sehingga eksposur finansial dari proyek ini dinilai cukup besar.
Agung menambahkan bahwa polemik kereta cepat saat ini sedang ditangani oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, selaku holding BUMN.
Menurutnya, terdapat kemungkinan KCIC akan direstrukturisasi atau kepemilikan pemegang saham PSBI akan diambilalih pemerintah. Jika terealisasi, WIKA diyakini meraih dampak positif dari langkah tersebut.
“Kami sedang menunggu. Tentunya, kalau ini diambil oleh pemerintah akan berdampak positif buat WIKA. Di mana tadi kami sampaikan bahwa eksposur WIKA di kereta cepat sebagai investor kira-kira Rp6,1 triliun, belum lagi terkait dengan dispute konstruksi yang kami masih mengalami kerugian,” ucapnya.
Menilik kinerja keuangan sepanjang Januari-September 2025, WIKA telah menderita rugi bersih Rp3,21 triliun. Kondisi tersebut sangat kontras dibandingkan periode sama tahun lalu yang mampu laba hingga Rp741,43 miliar.
Kisruh utang proyek Kereta Cepat bahkan membuat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia untuk ikut turun tangan.
Seperti diketahui, Whoosh menelan biaya investasi sekitar US$7,27 miliar atau Rp120,44 triliun. Mayoritas atau sekitar 75% proyek tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), dengan bunga sebesar 2% per tahun. Utang pembangunan Whoosh dilakukan dengan skema bunga tetap (fixed) selama 40 tahun pertama.
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria mengatakan akan berfokus pada aspek operasional Whoosh. Di sisi lain, pemerintah akan bertanggung jawab pada sisi infrastruktur.
“Mana yang porsinya Danantara tentu akan dilakukan oleh Danantara, terutama sekali berkaitan operasional daripada Whoosh dan juga ada porsinya pemerintah yang berkaitan dengan infrastruktur,” kata Dony saat ditemui di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Dony menjelaskan alasan Danantara bertanggung jawab terhadap sisi operasional itu sejalan dengan disampaikan Presiden Prabowo Subianto. Terlebih, dia menyebut Whoosh telah memberikan segudang manfaat untuk masyarakat hingga perekonomian negara.
“Jadi kami bertanggung jawab terhadap operasional daripada Whoosh supaya bagaimana Whoosh lebih optimal lagi memberikan layanan yang lebih baik lagi, dan tentu saja mudah-mudahan ke depannya membawa penumpang lebih banyak lagi,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap bisa ikut terlibat dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.
Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.
Purbaya yang merupakan mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga berharap dirinya turut serta dilibatkan dalam pembicaraan dengan Pemerintah China dan perusahaan-perusahaan mitra yang tergabung dalam Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
“Tapi nanti akan didiskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya, Senin (10/11/2025).
Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata
Sumber Bisnis, edit koranbumn











