Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2020 berada di angka Rp5.877,71 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 37,84 persen.
Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2019 berada di angka Rp4.756,13 triliun atau 29,87 persen terhadap PDB. Artinya, peningkatan utang pemerintah tumbuh 23.58 persen dibandingkan tahun lalu.
“Hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional,” tulis Kementerian Keuangan dalam publikasi APBN Kita, Kamis (26/11/2020).
Dari total Rp5.877,71 triliun, porsi utang dari surat berharga negara (SBN) Rp5.028,86 triliun dengan rincian Rp11,08 triliun surat utang domestik dan surat utang valuta asing Rp837,77 triliun dan pinjaman Rp848,85 triliun.
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik yang terlihat dari penerbitan SBN Ritel secara berkala yang ternyata mendapatkan sambutan sangat baik dari masyarakat.
Persoalan utang sering kali menimbulkan cibiran kepada pemerintah.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjawab cibiran soal utang tersebut.
Dia menegaskan pengelolaan utang pemerintah telah diatur dalam sebuah peraturan, yakni Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan dan Postur APBN.
“Ada orang hari-hari ini suka bicara masalah utang, sampaikan saja bahwa di Perpres 72 waktu anggaran APBN 2020 dengan estimasi defisit sekian, itu pembiayaannya adalah dari SBN, pinjaman, ada yang bilateral maupun multilateral,” kata Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn