Kehadiran Covax Advance Market Commitment Engagement Group (COVAX-AMC EG) menjadi peluang besar bagi Indonesia dalam mengamankan ketersediaan vaksin di tengah ancaman negara-negara berpendapatan menengah ke atas yang melakukan pembelian dalam jumlah besar.
Direktur Utama PT Bio Farma Persero Honesti Basyir mengatakan tanpa COVAC-AMC sebagai aliansi vaksin global di bawah koordinasi World Health Organization (WHO), ada kemungkinan negara-negara berpendapatan menengah ke bawah tidak mendapatkan vaksin Covid-19.
“Tanpa ada COVAX/GAVI, negara-negara kaya cenderung akan memborong vaksin. Amerika Serikat saja sudah membeli dengan jumlah 3 kali lebih besar dari total populasi mereka. Kalau tidak ada COVAX/GAVI, kemugkinan negara low-middle income tidak akan mendapatkan vaksin,” ujar Honesti dalam rapat kerja di Komisi VI DPR RI, Rabu (20/1/2021).
Kabar baiknya, pemerintah sudah bergerak cepat dalam mengamankan ketersediaan vaksin dari COVAX/GAVI. Honesti mengatakan telah ada komitmen dari aliansi tersebut untuk memasok 54 juta dosis dengan opsi 108 juta dosis tambahan untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi 20 persen penduduk Indonesia.
Perlu juga diketahui, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi merupakan salah satu Ketua Bersama Covax Advance Market Commitment Engagement Group (COVAX-AMC EG).
Secara keseluruhan, total penduduk Indonesia yang harus divaksinasi adalah 181 juta orang untuk bisa mencapai herd immunity hingga 70 persen. Dengan perhitungan per populasi mendapatkan dua kali suntikan, maka total vaksin yang diperlukan adalah 362 juta dosis.
“Namun, karena dalam pelaksanaannya diperhitungkan juga ada yang rusak, maka diberikan allowance 15 persen dari total vaksin sehingga secara keseluruhan Indonesia membutuhkan 426 juta dosis,” sambung Honesti.
Adapun, terdapat dua mekanisme pengadaan vaksin yang dilakukan oleh Bio Farma atas penugasan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni mekanisme impor vaksin jadi dan impor bahan baku untuk selanjutnya diproduksi oleh Bio Farma
Sumber Bisnis, edit nkoranbumn