Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) pada tahun 2022 sebesar Rp 9 triliun.
Rinciannya, Rp 7 triliun pada Bank BNI dan Rp 2 triliun ke BTN. Itu merupakan bagian dari usulan PMN kepada perusahaan BUMN pada tahun 2022 sebesar Rp 72,45 triliun. Penambahan modal pada kedua bank pelat merah itu ditujukan untuk untuk penguatan permodalan dengan peningkatan capital tier 1 dan capital adequacy ratio (CAR)
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, permodalan BNI saat ini mengalami tekanan dimana CAR Tier I perseroan hanya ada di kisaran 16%. Pertumbuhan aset maupun pinjaman BNI dalam beberapa tahun terakhir tidak didukung dengan AMTR yang memadai.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menetapkan status BNI sebagai bank sistemik disebut telah meminta untuk memperkuat modal tier 1 BNI. Sedangkan terkait rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) bank tersebut ditargetkan bisa diselesaikan dalam satu dua tahun ke depan sejalan dengan restrukturisasi dan transformasi yang dilakukan BNI.
Untuk permodalan dalam jangka pendek, BNI akan meningkatkan modal tier 2 dengan penerbitan perpetual bond sebesar US$ 500 juta tahun ini. Sementara untuk tujuan jangka panjang, Kementerian BUMN menilai perlu diberikan PMN Rp 7 triliun. “Kami ajukan rights issue total size Rp 11,7 triliun dengan Rp 7 triliun porsi pemerintah,” kata Kartika dalam paparannya pada Komisi IV DPR, Kamis (8/7).
Sedangkan BTN disebut sebagai salah satu yang paling rendah di antara bank-bank di antara peers industri. Bank ini lebih mengandalkan capital tier 2 dengan penerbitan bond sehingga penambahan modal dirasa perlu, apalagi mengingat bank merupakan penyalur KPR subsidi.
Pria yang akrab disapa Tiko itu menjelaskan, awalnya usulan rights issue BTN sebesar Rp 5 triliun dengan PNM sekitar Rp 3 triliun. Namun, Kementerian BUMN mempertimbangkan melakukan opsi rights issue Rp 5 triliun dengan PNM Rp 2 triliun atau dengan opsi right issue di Rp 3,3 triliun dengan PNM tetap di kisaran Rp 2 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, pihaknya berencana mengajukan penambahan modal melalui skema rights issue. Pasalnya, rasio modal inti bank ini jauh dari level yang dimiliki bank pelat merah lainnya dan telah mepet mendekati batas bawah yang ditetapkan regulator.
Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BNI per Maret 2021 tercatat sebesar 18% dimana modal intinya ada di level 15%.
“Modal inti sudah dekat dengan batas yang dicanangkan regulasi yakni di level 14%. Kalau lihat Bank Himbara lainnya ada di kisaran 19%-20%. Itu sebabnya kami mencoba mengajukan untuk melakukan rights issue untuk menambah modal itu supaya bisa mendekati modal tier di level 18%-19%,” ungkap Royke dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (17/6).
Angka tersebut sebetulnya bisa dicapai BNI dengan mengandalkan pertumbuhan organik. Hanya saja, lanjut Royke, itu bakal membutuhkan waktu lama dan baru akan dicapai pada tahun 2024-2025.
Sementara dalam beberapa tahun ke depan ini, BNI membutuhkan modal untuk melakukan ekspansi. “Butuh capital yang cukup sebagai buffer baik untuk ekspansi kredit maupun anorganik,” kata Royke.
Sumber Kontan, edit koranbumn