Pergerakan industri berbasis UMKM di Indonesia terkendala akibat dampak pandemi Covid-19, salah satunya sektor UMKM yang juga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Dari sisi ekspor tekstil yang merupakan salah satu komoditas unggulan, terguncang akibat kebijakan pembatasan mobilitas yang diberlakukan sejumlah negara tujuan ekspor, berdampak pada pembatalan sejumlah pesanan, pengurangan kapasitas produksi, hingga penutupan pabrik akibat tidak lagi mampu mencukupi beban operasional.
Namun secercah harapan masih ada di tengah carut marut yang terjadi. Pengusaha tekstil mau tidak mau harus lebih jeli dalam memanfaatkan segala peluang yang ada, sekecil apapun itu. Setidaknya hal itulah yang disampaikan oleh Andri Setyawan, CEO dari CV Pria Tampan, UKM ekspor batik asal Solo.
“Saat ini, kita baik teman-teman yang baru memulai atau sudah lama menjalankan bisnis, dihadapkan pada situasi yang kurang lebih sama yaitu pandemi Covid-19, sehingga sangat penting tetap optimis dan memiliki pola pikir positif bahwa kita dapat melewati situasi saat ini,” ujarnya saat webinar UMKM Naik Kelas dengan Ekspor Berkelas seperti dikutip Rabu (18/8).
Optimisme CV Pria Tampan menunjukkan hasil yang positif, yaitu per April 2021, UMKM yang dikelola generasi kedua ini mampu melakukan pengiriman kain batik ke luar negeri sebanyak tujuh kontainer atau senilai 220 ribu dolar AS, setelah periode sebelumnya hanya lima kontainer atau senilai 160 ribu dolar AS.
Selama tiga tahun terakhir, mayoritas negara tujuan dari UKM asal Solo ini adalah Kanada dan Amerika Serikat. Bulir-bulir putih yang timbul pada kain batik yang berasal dari proses pewarnaan kain merupakan ciri khas yang membuatnya diminati oleh pasar mancanegara.
Sementara itu, LPEI sebagai salah satu Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan RI dalam peningkatan ekspor nasional juga memiliki komitmen untuk meningkatkan kelas UMKM tidak hanya melalui aspek finansial namun juga aspek non finansial.
Adapun program-program seperti Coaching Program for New Exporter (CPNE) yaitu program pelatihan rintisan eksportir baru, Desa Devisa yaitu program pengembangan masyarakat berbasis komoditas untuk menghasilkan devisa, dan marketing handholding adalah diantaranya.
Direktur Pelaksana II LPEI Maqin Noorhadi menambahkan tantangan pandemi tidak menghalangi untuk menciptakan eksportir baru, salah satunya program yang dimiliki perusaahaan yaitu memberikan pendampingan, sehingga para UKM siap diunggah ke global marketplace.
“Tercatat 353 produk Indonesia dari berbagai komoditas termasuk tekstil telah diunggah di Alibaba dengan harapan adanya pertemuan dengan buyer pada platform tersebut,” ucapnya.
Maqin menyakini, situasi yang kurang ideal saat ini memang menambah permasalahan yang harus dihadapi oleh pelaku UMKM. Namun memanfatkan sejumlah keringanan yang diberikan pemerintah, pelaku usaha diharapkan dapat setidaknya mempertahankan bahkan meraih sukses pada waktu mendatang.
Sumber Republika, edit koranbumn