Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan POJK 12/2021 tentang Bank Umum dan POJK 13/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, dalam beleid baru tersebut otoritas memperkuat aturan kelembagaan mulai dari persyaratan pendirian bank baru, aspek operasional, sampai pengakhiran usaha antara lain penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank dan jaringan kantor, peningkatan modal bagi pendirian bank baru, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital atau pendirian bank digital
“Ketentuan bank digital tidak banyak mengalami perubahan dari kisi-kisi yang disampaikan OJK pada awal tahun ini,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (19/8).
Heru mengungkapkan, melalui aturan itu otoritas juga mendorong percepatan transformasi dan akselerasi digital, serta mempertegas pengertian bank digital. Selanjutnya, otoritas juga mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan melalui sinergi perbankan khususnya bank berbadan hukum Indonesia yang bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lainnya dalam kelompok usaha bank serta memperluas layanan .
“Tentunya yang paling penting POJK No 12 kita juga akan mensinergikan antara bank induk dengan anak, antara bank induk dengan bank syariahnya atau dengan unit usaha syariah (UUS) akan kita sinergikan sehingga mereka nanti akan jadi kuat. Kemudian akselerasi mengenai konsolidasi juga akan kita atur di sana. Nanti bank-bank yang akan jadi bank digital akan mentransformasikan layanan jadi digital,” ungkapnya.
Heru menjelaskan, melalui regulasi ini otoritas memberikan kepastian hukum bagi investor dan para pelaku industri perbankan yang ingin menjalankan bisnis model bank digital. OJK mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Bank digital dapat beroperasi melalui dua jenis model. Pertama, mendirikan bank baru sebagai bank digital. Kedua, transformasi dari bank umum menjadi bank digital.
“Artinya, bank existing saat ini bisa dikonversi menjadi bank digital dengan memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan,” ucapnya.
Adapun pendirian bank baru, OJK mewajibkan investor pengendali menyediakan modal inti minimum senilai Rp 10 triliun. Selain modal, ada beberapa syarat lain yang mesti dipenuhi.
Sedangkan bank umum yang ditransformasi menjadi bank digital, pemilik bank harus memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Selain itu, bank yang ingin dikonversi menjadi bank digital harus memenuhi sejumlah syarat.
Pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang prudent dan berkesinambungan.
Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai. Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.
Kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah. Keenam, memberikan upaya yang kontributif terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
“Enam persyaratan ini juga berlaku bagi bank digital baru, selain menyediakan modal inti senilai Rp 10 triliun,” ucapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn