Seluruh Dewan Komisaris PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang dikenal sebagai Indonesia Financial Group (IFG) dan para Komisaris semua anak perusahaan berkumpul dalam satu forum. Perusahaan holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan ini menggelar Pelatihan Anti-Korupsi: Delik Tindak Pidana Korupsi untuk Jajaran Komisaris BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (19 Agustus 2021).
Pelatihan Anti-Korupsi yang merupakan bagian dari Corporate University IFG ini digelar secara virtual menghadirkan pemateri yang kompeten di bidangnya yaitu Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta.
”Pelatihan ini sudah berjalan sejak April 2021. Ini sudah masuk batch keenam. Adapun batch pertama sampai keempat ditargetkan kepada senior management dan batch kelima untuk seluruh direksi IFG dan anak perusahaan. Sekarang batch keenam untuk jajaran komisaris,” ucap Direktur Keuangan dan SDM IFG, Rizal Ariansyah, saat memberikan sambutan.
Rizal menjelaskan bahwa Pelatihan Anti-Korupsi merupakan quick response dari manajemen IFG khususnya melalui Corporate University mengacu kepada beberapa peristiwa dan kasus yang ada supaya menjadi kajian yang implementatif. ”Kita harapkan dalam kurikulum yang kita bangun bersama KPK ini agar seluruh insan IFG baik itu organ direksi, komisaris, atau karyawan seluruh perusahaan di lingkungan IFG memahami benar perilaku-perilaku koruptif yang tidak boleh dilakukan. Memahami benar tindak pidana korupsi yang akan mendapatkan sanksi hukuman kalau itu dilanggar dan dilakukan,” Rizal menegaskan.
Kerjasama IFG dengan KPK dari sisi edukasi dan pencegahan ini sendiri diyakini sebagai salah satu jalan terbaik untuk sama-sama memberikan pemahaman terkait tindak pidana yang perlu dihindari ini. ”Semoga dengan kita mengikuti dan terus menerus mempelajari tindak pidana korupsi, kita bisa mencegah perilaku atau kegiatan kita supaya tidak terjerat di dalamnya,” harapnya.
Secara lebih spesifik, IFG melakukan kolaborasi dengan KPK dalam bentuk edukasi tentang anti-korupsi sebagai tindak lanjut dari sinergi yang sudah terjalin sebelumnya berkaitan dengan upaya penguatan integritas dan tata kelola yang dilakukan oleh IFG. Diarahkan sebagai bagian dari upaya mewujudkan perilaku antikorupsi khususnya di sektor jasa keuangan nasional.
Dalam Pelatihan Anti-Korupsi untuk para Komisaris IFG dan Anak Perusahaan, Ahli Hukum Pidana UI Gandjar Laksmana Bonaprapta menyampaikan sejumlah poin penting perihal korupsi dan sikap anti-korupsi. Dimulai dari mengubah cara berpikir yang berisi tentang korupsi bukan budaya, memahami untuk membasmi, sampai dengan meyakini korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
”Akar masalah korupsi adalah gratifikasi sedangkan akar masalah gratifikasi adalah diskiriminasi dan rusaknya cara berpikir. Dua hal ini seperti lingkaran setan. Ibarat telur dan ayam entah mana yang duluan memulainya,” ungkapnya.
Tentang korupsi sebagai kejahatan luar biasa, Gandjar juga menjelaskan empat poin yang menjadi landasannya. Pertama karena berpotensi dilakukan oleh setiap orang. Kedua, random target dan victimnya. Ketiga kerugiannya besar dan meluas dan keempat terorganisasi atau oleh organisasi. ”Plus, ada tambahannya, korupsi bersifat lintas negara seperti TPPU, terorisme, pelanggaran berat HAM, dan narkotika,” Gandjar menjelaskan.
Pada sesi tanya jawab, para peserta yang mengikuti Pelatihan Anti-Korupsi ini tampak antusias dan partisipatif. Komisaris IFG Hotbonar Sinaga misalnya menanyakan tentang benturan kepentingan sebagai bagian dari perilaku koruptif. ”Benturan kepentingan itu hanya satu dari sekian wujud perilaku koruptif. Tapi tidak setiap benturan kepentingan jadi korupsi karena ada yang juga sekadar melanggar etika. Salah satunya rangkap jabatan,” jawab Gandjar.
Komisaris Independen Askrindo, Kemal Arsjad, menanyakan tentang batasan seperti apa yang diizinkan terkait dengan aktivitas lumrah seperti salah satunya undangan supaya tidak terjebak dalam korupsi. ”Undang Undang Tipikor tidak kemudian serba melarang ibu bapak. Intinya harus harus bisa membedakan kapasitas pribadi dan kapasitas jabatan,” Gandjar menjelaskan.
Komisaris Independen PT Bahana TCW Investment Management Edgar Ekaputra dan Komisaris IFG Nasrudin menanyakan hal hampir sama yaitu tentang potensi perbedaan definisi kerugian negara di institusi penegak hukum dan bagaimana menyikapinya untuk penerapan prinsip kehati-hatian.
”Saya tidak masuk ke perdebatan antara ahli pidana vs ahli administrasi keuangan negara. Intinya hukum hanya minta kita tidak diam saat ada potensi kerugian keuangan negara. Kerugian keuangan negara, kerugian perusahaan, kerugian BUMN, itu tidak bisa dihindari secara mutlak. Potensi itu pasti ada. Hal terpenting jangan melanggar seperti pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor,” Gandjar menegaskan.
Adapun Komisaris Independen PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Fuad Rahmany menanyakan tentang Pembuktian Terbalik dalam unsur pidana.