Pandemi memberikan dampak hingga ke multidimensi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan jika mengukur dari indeks pembangunan manusia, pandemi berdampak pada sisi kesehatan, ekonomi, dan pendidikan.
“Khususnya dari segi perempuan. Dalam skala global, ada survei yang mengatakan bahwa jika pandemi ini tidak dimitigasi dengan baik, bisa meluluhlantakkan perjuangan untuk mengatasi kesetaraan gender selama 25 tahun,” ujar Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristrianti Puji Rahayu pada paparan virtual, Kamis (26/8).
Dari sisi ekonomi, Puji menyatakan bahwa perempuan memegang peranan penting tetapi juga sangat tertentang terhadap pandemi Covid-19.
“Kalau dari UMKM, bisa dikatakan bahwa pendapatan mereka juga turun tajam. Survei secara global turun 41%, sementara di Indonesia sekitar 82%. Namun semua hal ini tidak memberikan pesimisme, karena Indonesia juga sudah menunjukkan menuju ke arah yang lebih baik,” ungkap Puji.
Di kesempatan yang sama, Direktur Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI), Bandoe Widiarto mengatakan, UMKM memiliki peran ekonomi yang strategis di Indonesia dengan jumlahnya yang banyak dan penyerapan tenaganya juga besar.
“Namun, kita juga melihat bahwa dari sisi UMKM itu ada tantangan. Misalnya dari sisi akses, dari Juli 2021 portofolio kredit UMKM terhadap outstanding kredit itu masih 20,5% dan UMKM juga masih perlu didorong oleh digitalisasi, terutama di era pandemi saat ini,” kata Bandoe.
Bandoe bilang, data terbaru BI mencatatkan sekitar 19% UMKM yang sudah masuk ke ranah digital, dan yang sudah masuk ke e-commerce juga masih perlu didorong ada sebesar 13%.
“Di sinilah pentingnya literasi keuangan, sementara inklusi keuangan kita sudah di angka 76%. Dari data ini, literasi keuangan menjadi sangat penting,” tambahnya.
Dia bilang bahwa dampak pandemi juga terlihat pada UMKM binaan BI. “Tetapi dari UMKM itu pun ternyata juga masih ada yang bisa survive, di antaranya sekitar 12% yang bisa survive. Bahkan hampir 28% yang masih bisa meningkatkan usahanya,” ujar Bandoe.
Menurut Bandoe, salah satu strategi yang ditempuh UMKM untuk tetap bertahan salah satunya adalah dengan menerapkan penjualan online, menambah produksi, dan lainnya. Artinya, tidak semua UMKM terpuruk, melainkan masih ada yang bisa berhasil meningkatkan upayanya.
Dari data BI juga menunjukkan bahwa transaksi e-commerce dan penggunaan uang elektronik meningkat, serta transaksi digital banking juga tumbuh positif. Kemudian, area yang akan BI dorong dalam rangka meningkatkan pembiayaan UMKM terdiri dari empat area yang terkait dengan peningkatan digitalisasi dari sisi produksi.
“Dari sektor pertanian kita juga tingkatkan, baik dari sisi hulu maupun hilir. Selanjutnya ada digitalisasi e-commerce terkait masuk ke promosi perdagangan untuk meningkatkan pemasarannya. Kemudian, terkait dengan permodalan yaitu ada e-finance. Ini terkait dengan BI mendorong supaya UMKM selain bisa mengajukan proposal kredit kepada perbankan, juga bisa melalui fintech yang legal dan sumber pembiayaan lainnya,” ujar dia.
Dalam hal ini, BI tidak memberikan pembiayaan, melainkan lebih ke arah pendampingan dan fasilitasi untuk menghubungkan UMKM binaan dan mitra kepada sumber-sumber pembiayaan yang legal.
Salah satu inisiatif BI adalah dengan mengaplikasikan SI APIK, selain itu juga mendorong e-payment dengan QRIS yang sebagai sarana dalam rangka mendorong agar perbankan bisa melihat kemampuan dari UMKM dalam memberikan kredit.
“SI APIK adalah aplikasi yang didesain BI untuk mengurangi asimetris antara UMKM dengan lembaga keuangan. Bank selalu membutuhkan laporan dari UMKM, sementara UMKM masih kesulitan dalam membuat laporan. Dalam aplikasi SI APIK, BI mendorong UMKM melalui pendampingan supaya UMKM dapat membuat laporan yang sederhana,” ujar Bandoe.
Laporan itu bisa menjadi salah satu sumber bagi bank mengenai kelayakan dari UMKM. Hal ini menjadi upaya BI untuk meningkatkan akses pembiayaan UMKM yang masih berkisar di angka 20%.
Sumber Kontan, edit koranbumn