Jika tidak ada aral melintang, tahun ini Indonesia akan mulai menerapkan kewajiban sertifikasi halal untuk semua produk yang dikonsumsi publik. Maklum, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Produk Halal (JPH) kini tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Sukoso, seperti dikutip dari media massa, RPP JPH telah dikirim ke Sekretariat Negara dan telah mendapat persetujuan dari seluruh menteri terkait.
Sekadar informasi, pembahasan RPP JPH ini telah melibatkan tujuh kementerian, yakni Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian.
Indonesia sudah lima tahun memiliki payung hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Namun implementasi ketentuan ini belum berjalan lantaran belum ada peraturan pelaksana dari UU tersebut. Padahal UU JPH telah mengatur, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Setelah nanti PP JPH disetujui Presiden dan terbit secara resmi, peraturan itulah yang nanti akan menjadi regulasi pokok pelaksanaan JPH oleh BPJPH. Sesuai amanat UU, kewajiban sertifikasi halal tersebut sudah harus berlaku pada 17 Oktober 2019 nanti. Saat itu, sertifikasi halal yang selama ini dijalankan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) akan dipindahkan ke BPJPH yang secara struktural ada di Kementerian Agama.
Sebagai negara mayoritas muslim, kehadiran sertifikasi halal jelas diperlukan. Semakin pesatnya perkembangan teknologi pangan olahan mengakibatkan penggunaan bahan-bahan campuran dalam pengolahan pangan menjadi sangat bervariasi, didorong oleh kebutuhan perlunya kandungan makanan (ingredient) dengan sifat-sifat tertentu dalam suatu produk dengan harga yang murah.
Problemnya, banyak ingredient pangan, baik bahan baku utama maupun bahan aditifnya, sulit ditentukan kehalalan asal bahan pembuatnya. Padahal, kejelasan suatu informasi suatu produk pangan sangat penting agar konsumen muslim mengetahui produk yang akan dikonsumsi adalah produk halal.
Terbukti, masih banyak terjadi kasus makanan dan minuman di Indonesia mengandung bahan haram atau tidak jelas kehalalannya. Adanya perjanjian perdagangan bebas yang disepakati Indonesia dan beberapa negara lainnya menambah ketidakpastian jaminan kehalalan suatu bahan dan produk pangan impor. Masyarakat semakin dibingungkan saat memilih makanan dan minuman yang halal.
Sebab itulah diperlukan pengaturan yang jelas oleh pemerintah demi menjamin kehalalan suatu bahan atau produk pangan. Yang tidak kalah penting, tentu saja, kemampuan untuk mendeteksi kandungan satu jenis ingredient dalam produk makanan/minuman. Di sini, kemampuan teknologi dan kecakapan pemeriksa kandungan makanan/minuman memainkan peranan penting dalam proses pengujian produk.
Peran Sucofindo
Salah satu institusi yang memiliki kemampuan teknologi untuk melakukan pengujian kehalalan tersebut adalah PT Sucofindo (Persero). Dalam proses sertifikasi halal ini, PT. Sucofindo (Persero) menjadi mitra BPJPH dengan fungsi sebagai lembaga pengujian halal. Selanjutnya produsen makanan/minuman akan mengikuti proses lanjutan bersama BPJPH dan instansi lain, sebelum akhirnya BPJPH mengeluarkan sertifikat halal makanan/minuman.
Direktur Utama Sucofindo Bachder Djohan Buddin mengatakan, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jasa pemastian yang memberikan layanan inspeksi, sertifikasi, dan pengujian, Sucofindo memiliki tenaga ahli, peralatan, dan pengalaman yang siap mendukung pemerintah untuk menerapkan mandatori sertifikasi halal.
Selama ini, BUMN yang berdiri sejak 1956 tersebut telah menawarkan variasi jasa pengujian untuk beragam komoditas dan produk seperti makanan, minuman, kosmetik, peralatan listrik, bahan tambang mineral, dan lainnya. Khusus untuk uji kehalalan, Sucofindo telah memiliki laboratorium uji pangan yang memiliki peralatan berteknologi tinggi.
Sekadar contoh, jika makanan masih berbentuk daging, pengujian apakah daging tersebut mengandung babi, sebagai salah satu zat hewan yang diharamkan dalam Islam, maka pengujiannya cukup dilakukan dengan porcine test. Cara kerja alat uji ini cukup sederhana. Jika indikator alat menunjukkan perubahan warna, maka makanan tersebut positif mengandung babi. Langkah lainnya adalah menggunakan uji komposit asam lemak.
Tetapi jika produk makanan yang akan diuji sudah dalam bentuk olahan seperti gelatin, maka pengujiannya membutuhkan teknologi canggih dan prosedur yang lebih rumit. Dengan laboratorium pangan berteknologi tinggi, Sucofindo sudah mampu menjalankan pengujian PCR (Polumerase Chain Reaction) yang dapat mendeteksi DNA babi. Sementara peralatan Chromatography yang ada di laboratorium mampu mendeteksi kandungan zat alkohol atau ethanol.
Yang tidak kalah penting, laboratorium pengujian Sucofindo sudah memiliki lisensi, akreditasi dan berbagai pengakuan internasional maupun nasional. Dengan kata lain, Sucofindo sepenuhnya siap melayani kebutuhan uji kehalalan produk.
Buat para produsen makanan dan minuman di Indonesia, apakah produk Anda sudah memenuhi ketentuan halal? Jika belum, ada baiknya segera berkonsultasi dengan Sucofindo demi memenuhi regulasi keamanan dan kehalalan produk Anda.
Sumber Sucofindo edit koranbumn