Terdapat persoalan yang menyebabkan pembengkakan biaya pembanguna Kereta Cepat Jakarta-Bandung, antara lain kebutuhan pembangunan terowongan dan pekerjaan tanah dasar.
Hal itu terungkap pada Rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (1/11/2022), Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengungkap bahwa besaran cost overrun proyek hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar US$1,449 miliar atau sekitar Rp21 triliun.
Tiko mengungkap bahwa ada beberapa komponen biaya yang tidak masuk perhitungan awal nilai proyek sebesar US$6,071 miliar, maupun yang mengalami eskalasi ketika pekerjaan proyek di lapangan.
Contohnya, pembengkakan biaya proyek paling besar pada pekerjaan tanah dasar (subgrade) dan terowongan (tunnel) sepanjang 4,6 kilometer (km) yang mengalami tantangan konstruksi.
Selain itu, terdapat perbedaan asumsi cost overrun dengan pihak China terkait dengan biaya investasi persinyalan GSM-R 900 megahertz (mhz). Untuk itu, terdapat investasi sekitar Rp1,3 triliun untuk clearance menara-menara BTS di sepanjang jalur kereta yang dikerjasamakan dengan Telkomsel.
“China itu memang tidak memasukkan biaya-biaya dari pihak ketiga seperti dari sinyal GSM-R, capex konstruksi PLN, termasuk pajak atas sewa tanah. Jadi ada biaya-biaya yang tidak masuk pada nilai awal proyek yang sekarang kami sepakati harus masuk biaya proyek,” jelas Tiko kepada Komisi VI DPR, Selasa (1/11/2022).
Kemudian, sejumlah biaya proyek yang belum masuk ke perhitungan awal nilai proyek integrasi dengan Stasiun Halim LRT Jabodebek, relokasi dari Stasiun Walini ke Padalarang, pengadaan lahan, hingga eskalasi terkait dengan inflasi dan penaikan UMR.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kewajiban setoran modal ekuitas PT Kereta Indonesia–China (KCIC), Kementerian BUMN mengajukan PMN senilai Rp3,2 triliun dari cadangan investasi 2022 pemerintah. PMN itu akan diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebagai lead consortium BUMN Indonesia pada KCIC.
Untuk diketahui, pembiayaan cost overrun dan keseluruhan proyek bersumber dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia China sebesar 25 persen, dan 75 persen pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Berdasarkan kepemilikan saham, Indonesia memegang sebesar 60 persen saham KCIC sedangkan China memegang 40 persen.
Kendati demikian, hasil rapat memutuskan bahwa Komisi VI masih akan meminta penjelasan lebih terkait dengan tambahan PMN 2022 kepada KAI senilai Rp3,2 triliun.
“Atas rencana tambahan PMN tersebut akan dilaksanakan pendalaman lebih lanjut kepada PT KAI [Persero] dan PT KCIC,” terang Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima.
Sumber Bisnis, edit koranbumn