PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN masih melakukan negosiasi intensif terkait dengan potensi proyek pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara lewat skema kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi mengatakan, negosiasi itu berkaitan dengan kriteria PLTU yang memungkinkan untuk dipadamkan lebih dahulu mengikuti hitung-hitungan pinjaman dari lender global tersebut.
“Proyek mana itu kita sedang diskusikan, kita belum bisa sampaikan karena ini sangat bergantung pembiayaan mereka, kita tidak bisa bicara terus uangnya mana jadi harus sepakat dua pihak,” kata Evy saat ditemui di Jakarta Convention Center, Rabu (23/11/2022).
Saat ini, Evy mengatakan, PLN bersama dengan tim JETP tengah memerinci rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) berkaitan dengan program pensiun dini serta peralihan pembangkit bersih di dalam negeri. Pembahasan CIP itu ditargetkan rampung dalam rentang 3 hingga 6 bulan mendatang.
“Bagaimana CIP ini akan menjadi komitmen proyek-proyek mana saja dan kebutuhan dananya berapa,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Paiton masuk ke dalam proyek pensiun dini pembangkit batu bara selanjutnya lewat skema JETP.
Usulan otoritas energi dan sumber daya mineral itu melengkapi proposal awal sejumlah PLTU yang masuk daftar pensiun dini perdana dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, seperti PLTU Cirebon-1 dan PLTU Pelabuhan Ratu.
“PLN kemarin sudah mengusulkan PLTU Cirebon kemudian Pelabuhan Ratu, kita juga kan mengusulkan yang Paiton tapi itu usulan berdasarkan angka ya, ada pilihan-pilihan lainnya berdasarkan kinerja dan sistemnya,” kata Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui Bisnis di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Dadan mengatakan, kementeriannya telah menghimpun 33 PLTU yang bakal dipensiunkan dini lewat skema pendanaan global mendatang. Selain lewat kerangka energy transition mechanism (ETM) yang disokong sebagian besar dari bank pembangunan, JETP turut menjadi opsi pembiayaan murah yang bisa diambil pemerintah.
“Nanti kita lihat mana pilihan PLN, ESDM juga punya pilihan, sekarang ADB [Asian Development Bank] juga sedang melakukan kajian, dia akan feasibility study kita kumpulkan semua nanti ujungnya Menteri ESDM, BUMN, dan Keuangan yang memutuskan,” kata dia.
Adapun, skema pendanaan JETP dari International Partners Group (IPG) yang dipimpin oleh AS dan Jepang akan memobilisasi komitmen pembiayaan senilai US$20 miliar atau sekitar Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) selama 3-5 tahun mendatang untuk membantu Indonesia dalam melakukan transisi energi yang ambisius dan adil, mencakup di dalamnya mencapai target net zero pada 2050, pengembangan energi terbarukan, hingga pengurangan secara bertahap pengoperasian PLTU berbasis batu bara.
Dari komitmen US$20 miliar tersebut, senilai US$10 miliar akan dimobilisasi oleh anggota IPG, termasuk di dalamnya Kanada, Denmark, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Inggris.
Kemudian, komitmen pendanaan US$10 miliar juga akan dimobilisasi dan difasilitasi oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Sumber Bisnis, edit koranbumn