Kementerian BUMN terus menggodok persiapan IPO perusahaan-perusahaannya, salah satunya PalmCo. Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan rencananya aksi korporasi tersebut terlaksana kuartal IV/2023.
Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan progres pembentukkan PalmCo saat ini sedang dalam proses permohonan izin penyusunan PP pembentukan PalmCo.
“Lalu diharapkan kita juga di kuartal IV/2023 bisa melakukan [IPO] aksi korporasi ini. Tujuannya kalau kita lihat sekarang karena turunan dari pada industri kelapa saat itu sudah sampai 80 pohon industri,” ungkapnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin (20/3/2023).
Menurutnya aksi korporasi itu akan berpengaruh kepada turunan industrinya dan juga kepada pengembangan dari industri-industri pendukung untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Erick menilai salah satu industri yang menarik ke depan adalah pengolahan minyak kelapa sawit untuk bahan baku kosmetik. Menurutnya Indonesia merupakan pasar utama kelima industri kosmetik terbesar.
Belum lagi sekitar 70 persen industri kosmetik merupakan produk dalam negeri. Oleh sebab itu Erick optimistis bisa mendorong industri turunan karena menguasai bahan baku.
“Nah disinilah kenapa kita dorong hal-hal ini kita mau konsolidasikan,” paparnya.
Tak lepas, pembentukkan PalmCo juga untuk melakukan konsolidasi terkait isu minyak goreng. Pasalnya pemerintah atau BUMN diharapkan bisa mengintervensi.
Erick mengakui pemerintah tidak punya kemampuan karena lahan perkebunannya hanya 3 persen. Maka itu dalam bisnis minyak goreng pemerintah belum punya kapabilitas untuk melakukan operasi pasar.
“Namun, dengan konsolidasi ini kita harapkan Palmco ini bisa mengkonsolidasikan 600.000-700.000 hektar konsolidasi yang ada di bawah PTPN group dan ini bisa menjadi perusahaan kelapa sawit terbesar, melebihi yang dari Malaysia dan Golden Agri dari Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, BUMN telah mengantarkan anak usaha Pertamina untuk IPO, yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.(PGEO) pada 25 Februari 2023, dengan nilai yang didapatkan lebih dari Rp9 triliun.
“Ini merupakan corporate action terbesar kelima di Bursa Efek dan tentu Kenapa ini kita lakukan hal seperti ini karena kita ini ingin mengkonsolidasi daripada potensi renewable energi Indonesia,” kata Erick.
Sumber Bisnis, edit koranbumn