Dua emiten pelat merah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) dan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mencatatkan kinerja yang kontras di tengah langkah restrukturisasi serta aksi penyelamatan oleh Danantara.
Berdasarkan laporan keuangannya, KRAS berhasil mencetak laba bersih US$22,17 juta hingga kuartal III/2025, berbalik dari posisi rugi US$185,22 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Capaian laba KRAS itu sejalan dengan pendapatan usaha yang meningkat 7,39% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$706,08 juta per kuartal III/2025, dari raihan sebelumnya US$657,52 juta.
Sementara, emiten pelat merah lainnya GIAA masih membukukan rugi bersih sebesar US$182,53 juta per kuartal III/2025. Bahkan rugi GIAA itu membengkak 39,10% YoY dibandingkan rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya US$131,22 juta.
Membengkaknya rugi GIAA sejalan dengan pendapatan usaha yang turun 6,7% YoY menjadi US$2,39 miliar per kuartal III/2025, dibandingkan US$2,56 miliar per kuartal III/2024.
Selain itu, GIAA masih berkutat dengan ekuitas negatif, di mana nilai liabilitas atau kewajiban melebihi asetnya. GIAA telah membukukan aset sebesar US$6,75 miliar pada periode yang berakhir 30 September 2025 dengan liabilitas mencapai US$8,28 miliar. Alhasil, ekuitas GIAA minus US$1,53 miliar.
Sementara, KRAS telah membukukan total aset US$2,82 miliar dengan liabilitas yang lebih rendah US$2,33 miliar. Ekuitas KRAS pun positif di posisi US$490,69 juta.
Langkah Restrukturisasi
Di sisi lain, capaian berbeda arah KRAS dan GIAA itu terjadi di tengah langkah restrukturisasi dan bantuan pemilik sahamnya Danantara.
Dalam laporan keuangan GIAA dijelaskan bahwa pada semester II/2025, perseroan telah mendapatkan persetujuan rancangan restrukturisasi dalam rangka penyehatan termasuk di antaranya melalui shareholder loan oleh Danantara sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun.
Shareholder loan itu kemudian akan dikonversikan menjadi ekuitas diiringi rencana penyertaan modal tambahan.
GIAA memang tengah ancang-ancang restrukturisasi melalui gelaran penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Aksi tambah modal GIAA itu akan dijalankan oleh Danantara melalui dua skema. Pertama setoran modal dalam bentuk uang tunai. Kedua, konversi shareholder loan menjadi saham baru.
Total dana private placement itu mencapai US$1,84 miliar atau Rp30,31 triliun (kurs Rp16.421 per dolar AS). Secara rinci, Danantara akan melakukan penyetoran modal secara tunai kepada GIAA sebanyak-banyaknya US$1,44 miliar atau Rp23,66 triliun dan konversi shareholder loan menjadi saham baru sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun.
Sebagian besar kucuran dana dari Danantara itu akan dialokasikan untuk pemeliharaan pesawat yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia dan Citilink.
“Selain itu, Grup berencana untuk melaksanakan sejumlah inisiatif strategis korporasi sebagai upaya memperkuat struktur permodalan serta memperbaiki posisi ekuitas, melalui aksi korporasi yang bersifat baik kas maupun nonkas,” demikian dalam laporan keuangan GIAA dikutip Bisnis pada Sabtu (1/11/2025).
KRAS pun tengah ancang-ancang restrukturisasi. KRAS telah memperoleh persetujuan restrukturisasi lanjutan dari empat bank swasta untuk melakukan penyelesaian kewajiban secara dipercepat dengan keringanan.
Corporate Secretary KRAS Fedaus mengatakan telah menerima persetujuan dari seluruh bank restrukturisasi terkait penyelesaian kewajiban dipercepat dengan potongan atas utang restrukturisasi KRAS kepada empat bank tersebut.
“Nilai total kewajiban yang dilunasi dari penyelesaian kewajiban dipercepat dengan keringanan mencapai Rp248,24 miliar dan US$159,06 juta,” ujar Fedaus dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dia menuturkan bahwa KRAS nantinya akan membayarkan kepada empat bank swasta sebesar Rp49,64 miliar dan US$31,81 juta. Dengan demikian, keringanan pokok yang diperoleh perseroan mencapai sekitar 80%.
Selain potongan pokok utang, perseroan juga mendapatkan penghapusan atas bunga dan denda bunga & pokok senilai Rp112,92 miliar dan US$18,75 juta.
Dengan terlaksananya penyelesaian kewajiban dipercepat dengan keringanan ini, Fedaus menyebut sisa utang restrukturisasi KRAS kini mencapai Rp561,4 miliar, US$122,4 juta, dan 811.238 euro untuk tranche A.
Sementara itu, tranche B memiliki nilai Rp2,87 triliun dan US$37,27 juta, serta tranche C sebesar Rp3,71 triliun, US$618,85 juta, dan 4,06 juta euro. Secara keseluruhan, langkah ini menurunkan total utang restrukturisasi KRAS sebesar US$174,29 juta atau 12,5% dari total utang sebelumnya US$1,39 miliar.
“Penurunan outstanding utang restrukturisasi akan mengurangi beban bunga dan meringankan tekanan arus kas perseroan di masa depan,” tambahnya.
Fedaus menyatakan transaksi ini merupakan bagian dari transformasi yang sedang dijalankan Krakatau Steel, sekaligus menunjukkan dukungan kuat perbankan terhadap keberlanjutan bisnis dan prospek industri baja nasional.
Dalam perkembangan lain, Krakatau Steel juga telah meminta bantuan Danantara untuk menginjeksi modal US$500 juta atau sekitar Rp8,3 triliun. Bantuan ini nantinya berstatus pinjaman alias shareholder loan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Krakatau Steel Daniel Fitzgerald Liman mengungkapkan bahwa pengajuan bantuan modal telah dilakukan sejak Juni 2025 dan diharapkan dapat terealisasi sebelum akhir tahun.
“Harapan kami dana segar ini segera cair sebelum Desember 2025, sehingga pada tahun depan kami bisa meningkatkan produktivitas pabrik,” ujar Daniel dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI pada beberapa waktu lalu.
Adapun, bantuan modal kerja diperlukan untuk menyelamatkan operasional sekaligus memenuhi kebutuhan bahan baku bagi keberlanjutan industri baja
Sumber Bisnis, edit koranbumn















