Pemerintah memutuskan untuk menambah injeksi likuiditas ke Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) per November 2025 guna memacu kredit, kendati suntikan dana sebelumnya belum mampu memacu penyaluran penyaluran pinjaman.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenkeu per 10 November 2025 lalu kembali memindahkan kas pemerintah di Bank Indonesia (BI) senilai Rp76 triliun ke Bank Mandiri, BNI, BRI dan Bank Jakarta.
Injeksi baru ke Mandiri, BNI dan BRI masing-masing sebesar Rp25 triliun, menambah likuiditas dari kas pemerintah yang sudah disuntikkan sebelumnya yakni masing-masing Rp55 triliun pada September lalu.
Kemudian, Kemenkeu juga menyuntikkan kas pemerintah pusat ke Bank Jakarta yang notabenenya adalah bank pembangunan daerah (BPD) senilai Rp1 triliun.
Namun demikian, Bank Indonesia (BI) justru melaporkan bahwa pertumbuhan kredit selama Oktober 2025 hanya 7,35% secara tahunan (yoy) atau melambat dari September 2025 yakni 7,7% (yoy). Ini berarti sekitar sebulan setelah injeksi pertama yang dilakukan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa senilai Rp200 triliun pada September.
Pada konferensi pers Rapat Hasil Dewan Gubernur (RDG) BI November 2025, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa penyaluran kredit perbankan masih perlu ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Hal ini disebabkan permintaan kredit yang belum kuat, antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi, istilahnya wait and see,” ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Gubernur bank sentral dua periode itu menyebut transmisi kebijakan suku bunga acuan belum terasa di level perbankan, meski sudah dilakukan pemangkasan berkali-kali. Sebab, penurunan BI rate oleh bank sentral sudah sebesar 125 basis poin, namun suku bunga deposito satu bulan hanya turun sebesar 56 basis poin dari 4,81% pada awal tahun 2025 menjadi 4,25% pada Oktober 2025.
Menurut Perry, hal ini terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan yang mencapai 27% dari total dana pihak ketiga perbankan. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat yaitu hanya sebesar 20 basis poin dari 9,20% pada awal tahun 2025 menjadi sebesar 9% pada Oktober 2025.
Perry juga menyebutkan bahwa fasilitas pinjaman yang belum ditarik atau undisbursed loan pada Oktober 2025 mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97% dari platform kredit yang tersedia.
Dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank memadai, ditopang oleh rasio alat likuid terhadap dana biaya ketiga yang meningkat menjadi sebesar 29,47% dan DPK dana biaya ketiga yang tumbuh sebesar 11,48% pada Oktober 2025.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% dan akan meningkat pada 2026,” pungkasnya.
Tambah Rp76 Triliun
Berdasarkan materi yang dipaparkan Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu ke Komisi XI DPR, Senin (17/11/2025), pemerintah kembali menginjeksi perbankan Rp76 triliun pada 10 November 2025.
Hal ini merupakan pemindahan kas pemerintah kedua yang dilakukan setelah 12 September 2025 senilai Rp200 triliun. Pada saat itu, penerima likuiditas tersebut adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN dan BSI.
Per 10 November lalu, Kemenkeu disebut telah menginjeksi lagi Mandiri, BNI dan BRI masing-masing senilai Rp25 triliun. Kemudian, Bank Jakarta turut mendapatkan Rp1 triliun.
“12 September 2025 kas pemerintah dari Bank Indonesia kami pindahkan ke perbankan sebesar Rp200 triliun. Nanti kami tunjukkan sudah seberapa digunakan Rp200 triliun ini dan ini menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kami harapkan dalam jangka pendek bisa cukup signifikan,” terang Febrio di ruang rapat Komisi XI DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Adapun realisasi penggunaan kas pemerintah Rp200 triliun di lima Himbara sebelumnya telah mencapai 84% atau Rp167,6 triliun berdasarkan data hingga 22 Oktober 2025.
Sebelumnya, Bank Mandiri, BNI dan BRI menerima masing-masing Rp55 triliun. Kemudian, BTN menerima Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun.
Berdasarkan data realisasi penyaluran kredit dari injeksi kas pemerintah itu, Febrio memaparkan bahwa sampai dengan 22 Oktober hanya Mandiri dan BRI yang sudah menyalurkan keseluruhan Rp55 triliun atau 100%.
Sementara itu, realisasi oleh BNI 68%, BTN 41% dan BSI 99%. Dengan demikian, hanya BTN yang melaporkan realisasi di bawah 50% setelah sekitar lima pekan pemerintah menginjeksi likuiditas ke bank.
“Berarti sekitar lima minggu setelah ditempatkan, perbankan sudah menggunakan Rp167 triliun atau 84% dari yang sudah ditempatkan tersebut,” papar Febrio.
Menurut Febrio, penyaluran kas pemerintah oleh Himbara yang diklaim olehnya cepat itu karena cost of fund yang lebih rendah. Besaran cost of fund dari kas pemerintah itu sama dengan yang mereka terapkan saat disimpan di BI, yakni 3,8% atau 80% dari kebijakan suku bunga acuan.
“Dengan bunga yang sama kami taruh di perbankan membuat cost of fund perbankan menjadi sangat tertolong dan mereka tentu menyamurkan lebih cepat dengan cost of fund lebih murah ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini jurusnya menyuntikkan likuiditas ke perbankan bakal memacu kredit ke sektor riil.
Purbaya menyebut, langkah Kemenkeu memindahkan kas pemerintah pertama kali Rp200 triliun pada 12 September 2025 itu tidak akan langsung terasa di bulan yang sama.
“Mungkin September belum full impact dari uang itu. Tapi kalau kami dari [pertumbuhan] individual bank kan naiknya udah clear kan,” terangnya kepada wartawan saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Purbaya pun menilai kendati pertumbuhan kredit baru 7,7% (yoy) pada September 2025, capaian itu sudah lebih tinggi dari Agustus.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















